Sabtu, 29 Juni 2013

Menariknya Seni Kaligrafi

Aku bukan seniman, tapi aku penikmat seni. Aku orang yang mudah sekali bosan, tetapi aku selalu fokus dan mendalaminya dengan baik ketika aku menyukai sesuatu hal. Salah satunya adalah seni kaligrafi. Selain seni kaligrafi aku juga menyukai seni lain seperti seni menulis, seni menggambar, seni tari, dan seni musik. Tapi kali ini akan kubagikan sedikit cerita tentang cintaku pada seni kaligrafi. :)

Aku mulai belajar membaca alquran di usia 6 tahun dan aku berhasil tamat iqra VI di usia 7 tahun. Walau aku sudah selesai iqra VI aku masih aktif belajar di TPQ (Taman Pendidikan Alquran). Pada saat aku usia 8 tahun tibalah kesempatan yang membuatku mulai jatuh cinta pada seni kaligrafi. Di kelurahanku setiap tahunnya selalu diadakan lomba antar TPQ se-kelurahan. Demi lomba tahun itu pertama kali aku diamanahi ustadzahku untuk ikut jadi peserta. Khusus lomba saat itu aku memegang tiga lomba utama yaitu lomba kaligrafi, lomba sholat, dan lomba pentas seni. Semua lomba hampir dilakukan dalam bentuk kelompok kecuali untuk lomba kaligrafi. Untuk mempersiapkan diri mengikuti lomba aku dilatih menggambar kaligrafi selama dua bulan. Ustadz yang melatihku saat itu adalah Mas Sarono, hohoho masih ingat namanya. Persiapan lomba berlangsung sangaaaaaaaat menyenangkan. Aku bersama kawan-kawan selalu berlatih di masjid, mushola, tempat TPQ bahkan di rumah ustadz dan ustadzah tercinta kami. Kami latihan pagi, siang, dan malam kapanpun kami ada waktu kosong. Pertama kali aku menggambar kaligrafi ada perasaan khusus yang tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Dalam setiap goresan kaligrafi yang kubuat ada gairah yang membuatku tak lelah untuk menggambar, menggambar, dan terus menggambar. Kalimat pertama yang kubuat saat itu adalah "Laa Ilaaha Illallah" yang artinya Tiada Tuhan Selain Allah. Semakin hari aku mulai mencoba membuat kaligrafi dari ayat-ayat panjang. Semakin aku mencintai kaligrafi semakin aku merasa dekat dengan Tuhanku, Allah SWT. Alhamdulillah pada perlombaan itu aku berhasil mendapat juara pertama yang membuatku lebih percaya diri untuk lebih mencintai seni arab yang satu ini. 

Walau perlombaan sudah selesai aku tetap menggambar dan menggambar di rumah maupun di TPQ. Hingga akhirnya aku diberi kesempatan beraksi kembali di lomba TPQ se-kecamatan Ngemplak. Perlombaan itu dilakukan selama dua hari berturut-turut di lapangan Ngesrep, Ngemplak, Boyolali. Seluruh TPQ di kecamatanku berkumpul dan bersilaturahmi dalam perkemahan dua hari itu. Orang tuaku sangat protektif hingga aku tidak boleh menginap dalam perkemahan. Aku datang ikut lomba dari pagi sampai sore lalu dijemput orang tuaku habis maghrib dan baru diantar kembali ke perkemahan esok harinya. Sedih sih, tapi ya apa boleh buat aku paling gak tega bikin orang tuaku khawatir. :) Dalam perlombaan kali ini alhamdulillah aku berhasil meraih juara III untuk lomba kaligrafi yang kuikuti. Setelah lomba itu berakhir aku mulai diangkat menjadi ustadzah di TPQ-ku sehingga aku tidak pernah mengikuti lomba TPQ lagi sebagai peserta, tetapi sebagai pembimbing. Walau tidak mengikuti lomba-lomba lagi aku tetap menyukai kaligrafi di tengah-tengah waktu luangku. Kaligrafi tidak hanya menjadi seniku, bahkan adikku juga mencintai seni kaligrafi sepertiku. :)
Ar - Rahman : 26-27, ayat spesial yang kuingat setiap aku merasa takut kehilangan orang-orang yang kucintai.
Kaligrafi bagiku tak hanya sekedar seni, karena di dalam setiap goresannya ada asma-Nya yang tersebut, ada doa dari setiap ayat-Nya yang tertulis, dan ada cinta yang selalu membuat hatiku tersentuh. Dari sekian seni yang kucintai dan kugemari, kaligrafi adalah satu-satunya seni sakral yang selalu menyentuh dan membalut hatiku dalam keindahan ayat-ayat-Nya. :)

Rabu, 26 Juni 2013

Aku Pada Tetangga-tetanggaku

Aku kurang tahu bagaimana cara bersilaturahmi dengan tetangga kita itu yang terbaik yang bagaimana, karena setiap keluarga mempunyai tradisinya sendiri-sendiri. Tapi mungkin aku ingin sedikit berbagi bagaimana cara keluargaku menjaga silaturahmi dengan tetangga-tetanggaku. Saat aku kecil ibuku memberitahuku, "hormatilah orang tua disekitarmu dengan senyuman dan sapaan yang sopan".  Lalu bagaimanakah senyuman dan sapaan yang sopan itu?

Masak bersama ibu-ibu PKK
RT 5 saat nikahan Abangku di rumah (^_^)
Rumahku berada di kawasan RT 5 RW 3 Desa Manggung, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali. Rumahku terletak di ujung gang yang hanya berjarak sekitar 150 meter dari jalan raya. Setiap pulang dan berangkat sekolah atau mungkin setiap pulang dan pergi dari bermain, aku selalu melewati gang 150 meter itu. Di sepanjang gang itu tentunya banyak rumah-rumah penduduk RT 5 lainnya. Salah satu tradisi utama yang diajarkan ibuku adalah, setiap aku pulang atau pergi melewati gang itu, aku harus menyapa siapapun warga yang kutemui sepanjang gang. Aku termasuk anak yang periang, jadi aku tidak hanya sekedar menyapa siapapun yang kutemui di gang itu, tetapi selalu memberikan senyum tercerahku pada mereka. Senang rasanya saat aku memberikan sapaan dan senyuman dengan penuh semangat dan ramah, dibalas oleh mereka dengan sapaan dan kepedulian yang berarti. Sering kali mereka membalas dengan balasan ramah seperti, "Nggih Nduk.. sinau sing sregep yooo.." atau, "Wah, wis mangkat In? Ati-ati yo...", mungkin hanya satu atau dua kalimat yang mereka ucapkan, tetapi itu selalu membuat hari-hariku bersemangat.

Jika aku melewati gang itu dengan mengendarai motor, aku harus memelankan laju motorku, selain untuk mencegah kecelakaan tetapi juga untuk memberikanku waktu menyapa tetangga-tetanggaku sepanjang aku melewati gang itu. Sapa menyapa dan menanyakan kabar juga kulakukan saat aku di rumah kepada siapapun yang lewat depan rumahku. Semua perilakuku tak lain tentunya karena meniru apa yang dilakukan oleh ibu dan bapakku. Kebiasaanku menyapa tetangga-tetanggaku dan memberikan senyuman terbaikku untuk mereka terus kuterapkan bahkan saat aku sudah mulai merantau di Kota Kembang ini. Aku tidak tahu anggapan orang lain bagaimana, tetapi menurutku hubunganku dengan tetangga-tetanggaku di sekitar kostku cukup baik. :)

Sapa menyapa mungkin hanya satu dari sekian cara menjaga silaturahmi dengan tetangga kita, masih banyak hal yang harus dilakukan terhadap tetangga kita, seperti gotong royong atau kerja bakti, menjenguk saat sakit, musyawarah warga, dan sebagainya. Hubungan kita dan tetangga-tetangga kita pun dipertegas oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
"Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri" (An Nisa : 36)
Mari dengan cara kita masing-masing untuk menjaga silaturahmi dengan tetangga-tetangga kita dengan baik,... :)

Sabtu, 15 Juni 2013

Tak Salah Kok..

Berikut ini adalah salah satu pertanyaan untuk ujian semester siswa kelas 2 Sekolah Dasar.


Tanya: "Halaman saya rapi dan .... ?"
Jawab Murid A: " Nyaman "
Guru : "Salah"
Jawab Murid B : "Bersih"
Guru : "Salah"
Jawab Murid C : "Sejuk"
Guru: "Salah"
Jawab Murid D : "Indah"
Guru : "Benar"

Apa pendapat teman-teman untuk kondisi ini? Entahlah saya harus berkata apa, tetapi menurut saya kondisi ini sangat tidak tepat. Menurut saya, tidak ada yang salah dengan jawaban dari murid A, B, dan C. Pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan yang membutuhkan pendapat, sehingga tentunya pendapat murid-murid itu tidak ada yang salah. Semua jawaban tersebut benar, karena itulah apa yang murid-murid itu persepsikan.Tapi guru tersebut hanya membenarkan jawaban murid D, karena guru tersebut hanya menuliskan satu jawaban itu pada pendapatnya.

Hal ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari kita. Sebenarnya jawaban apa yang kita tuliskan untuk menilai jawaban seseorang? Bagaimana kita menentukan seseorang itu salah atau benar tergantung pada jawaban apa yang telah kita siapkan. Kita sering kali menilai sesuatu secara subjektif pada kondisi yang seharusnya membutuhkan penilaian-penilaian objektif. Fleksibilitas dalam menilai sesuatu sangat diperlukan agar kita tidak bersifat semena-mena. Dalam kehidupan ini tidak semua kondisi mempunyai jawaban pasti seperti matematika, karena dalam kehidupan ini lebih banyak dipertanyakan 'mengapa' daripada 'apa'. Ketika pertanyaan-pertanyaan mengapa itu datang pada kita atau kita pertanyakan pada orang lain, hanya satu catatan yang bisa diberikan, "semua jawaban 'karena' mereka tidak salah kok.."

Minggu, 09 Juni 2013

Waktunya Telah Tiba


9 Juni 2013, jam 03.44 WIB 
Di tengah sepertiga malamku hari ini, aku dalam perenunganku. Jika kau tanyakan padaku bagaimana perasaanku malam ini? aku sedang dalam kesedihan yang bahkan aku sendiri tidak bisa mendeskripsikannya dengan pengandaian yang lain. Kesedihan ini datang padaku karena waktu yang sangat berarti itu datang semakin mendekatiku.
Aku dalam tangisku, menangisi kebodohanku. Bulan suci itu sudah di depan mataku, tapi apa yang telah kulakukan selama ini? aku bahkan sempat melupakannya karena kesibukanku. Aku sedih karena tak banyak persiapanku di satu tahun terakhir ini. Aku kembali mengulang kebodohan yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya karena terlarut dalam keindahan dunia yang disebut kesibukan. Kini, aku hanya punya waktu tak kurang dari satu bulan menyiapkan diri menyambut bulan suci itu. Satu doaku, semoga aku tetap dalam jalan imanku dan ketika waktu itu telah tiba tak ada lagi kesedihan dalam malamku.
"Ya Rabb.. biarkan hatiku semakin mencintai-Mu... "

Minggu, 02 Juni 2013

Kalimat Negatif


Kalimat negatif tidak hanya kalimat-kalimat yang diawali dengan kalimat "tidak" teman-teman.. tapi yang mau saya sebutkan disini adalah kalimat-kalimat eksplisit yang mengundang terjadinya pemikiran atau tindakan negatif. Hehe.. tahukah kalian bahwa ternyata kalimat apa yang kita gunakan untuk merespon sesuatu sangat mempengaruhi bagaimana sifat kita dalam menyikapinya? Misalnya dua kalimat berikut:

1. "nanti ya..."
A: "Mbak, bisa tolong pindahkan bunganya ke meja depan?"
B: "Baik mbak.. nanti ya mbak setelah saya menyelesaikan pekerjaan ini dulu.."
(beberapa jam kemudian setelah pekerjaan selesai)
A; "Mbak, kok bunganya belum dipindah?"
B: "Oh iya mbak.. maaf saya lupa.."
Kata "nanti" tidak bisa sembarangan digunakan. Boleh lah kalau kita mempunyai daya ingat yang tinggi, tetapi jika kita tipe orang dengan memori rendah, mungkin sebaiknya kita menghindari kata "nanti ya.." atau kalimat lain yang bersifat menunda pekerjaan, karena kita pasti lupa untuk melakukannya. Solusinya adalah mungkin dengan mencatat apa kegiatan "nanti ya.." yang harus anda lakukan agar tidak terlupa. :)

2. "Emang bisa?"
A: "Yukk kita bikin program A"
B: "Emang bakal jalan gitu programnya? emang bakal ada peminatnya?"
A: "Kan baru ide.. makanya mari kita kembangkan dan kaji biar bisa terjalan.."
Yupz, sering kali kita memiliki pemikiran-pemikiran atau pendapat pesimis tentang apa yang ingin kita kerjakan atau orang lain kerjakan. Kalimat "emang bisa" secara tidak langsung merupakan kalimat penunjuk betapa pesimisnya kita dalam menyikapi sesuatu. Masih untuk kalau itu hanya menurunkan motivasi orang yang mengucapkannya, tetapi please deh jangan sampai kita membuat orang lain yang mendengarnya jadi ikut pesimis. Mungkin bukan "emang bisa" yang harus kita ucapkan, tetapi bisa diganti dengan merespon (untuk contoh percakapan di atas) "lebih jelas programnya gimana?".. :)

Pastinya masih banyak kalimat lain yang berpengaruh pada sikap kita, tetapi tentunya kita tetap harus cermat memilah dan menggunakan kata-kata. Tidak harus untuk kepentingan orang lain, minimal untuk diri kita sendiri agar tetap semangat dan positif menjalani hari-hari. :)