Minggu, 26 April 2015

Hasil Hutan Non-Kayu

Foto Bersama Dengan Seluruh Pengrajin Craft Kalimantan
Oh Tuhan, mengapa hati saya mudah sekali terpincut dengan berbagai kreatifitas indah yang tercipta melalui tangan-tangan ajaib manusia dalam sebuah karya seni?. Saya tidak mengerti bagaimana pendapat orang lain memandang sebuah seni, tetapi saya sudah mencintai seni sebagai bagian hidup saya sejak kecil. Selalu ada hal menarik yang saya lihat setiap saya bertemu dengan karya-karya Tuhan yang tercipta melalui jari-jari manusia itu. Dan kebahagiaan datang saat saya bertemu dengan sebuah seni indah yang dihasilkan dari tangan-tangan kreatif pengrajin di Kalimantan dan Papua kemarin. Pertemuan ini diwadahi dalam sebuah kegiatan Pertemuan Tahunan Pengrajin Jaringan Craft Kalimantan ke-4 di Sukadana, Kayong Utara. Kegiatan ini diselenggarakan oleh berbagai yayasan profit maupun non-profit yang berada di kawasan Kalimantan dan Papua. Peserta yang hadir adalah para pengrajin dari seluruh kawasan Kalimantan (Barat, Timur, Tengah, Selatan, dsb) dan pengrajin khusus dari Papua. Mereka tidak hanya pengrajin yang kreatif, tetapi juga ramah dan menyenangkan. 

Anting-anting buatan saya :)
Para pengrajin ini menyebut karya mereka dengan sebutan "hasil hutan non-kayu". What's that? ops pelan-pelan teman. Hasil hutan non-kayu adalah salah satu karya masyarakat lokal Kalimantan dan Papua yang memanfaatkan tumbuhan-tumbuhan hutan selain kayu menjadi sebuah kerajinan tangan yang menarik untuk dilihat dan digunakan. Mereka mengubah pandan, akar, ranting, serat dan pakis menjadi sebuah perhiasan manis seperti tas, gelang, kalung, anting, tikar, topi, selendang, baju, dan sebagainya. Tentunya dalam kesempatan ini selain menikmati manisnya karya yang dihasilkan dan membeli beberapa diantaranya untuk dibawa pulang, saya pun menyempatkan diri untuk belajar langsung dari mereka dalam workshop pelatihan yang diberikan. Sungguh indah sekali!! :)
Craft Tas, Sarung, Selendang, dsb
Craft anting-anting, kalung, gelang, dsb.
Workshop Session


Rabu, 08 April 2015

“Sotonya Ibu Jual Rp 2.000,- Nduk“

Terpisah antara Pulau Jawa dan Kalimantan memaksa saya hanya bisa berkomunikasi dengan kedua orang tua saya via telpon. Saya yang aslinya anak rumahan, untuk pertama kalinya tak terasa sudah hampir satu tahun saya pergi meninggalkan rumah dan belum pulang sampai bulan Mei nanti. Telpon adalah satu-satunya pengobat rindu saya kepada keluarga.

Di tengah perjalanan saya pulang kerja kemarin saya menelpon ibu saya, tentunya hanya karena alasan sederhana, saya kangen Ibu. Dalam lima menit perjalanan saya pulang dari Klinik ke rumah ada pembicaraan singkat namun menarik dan insya Allah akan selalu saya ingat sepanjang hidup saya.

Senin, 6 April 2015 jam 16.20 WIB.

Saya : “Ibu sedang apa?”
Ibu : “Lagi duduk Nduk jaga warung sambil ngobrol ama Mbah Yem..” (FYI: Ibu saya Alhamdulillah memulai usaha warung soto nya sejak bulan Januari kemarin. Sebuah warung soto sederhana yang dibuka di depan rumah saya. J )
Saya : “Wah, masih buka jam segini? Gimana Bu dagangan hari ini?”
Ibu : “Alhamdulillah Nduk, namanya jualan kadang habis kadang sisa, namun tetap Alhamdulillah..”
Saya : “Iya Bu, Alhamdulillah… Lingkungan sekitar rumah sudah mulai rame ya Bu?” (terlihat sekali saya kurang tahu bagaimana perubahan kondisi desa saya khususnya area sekitar rumah selama saya tinggalkan. #tepokjidat)
Ibu : “Alhamdulillah rame sekarang Nduk.. mulai banyak anak-anak yang maen sepak bola di lahan kosong deket rumah juga. Mereka selalu mampir ke warung setiap habis main bola. Seneng kalo ngeliat anak-anak abis olahraga..”
Saya : “Wah seruuuuu!!! Warungnya Alhamdulillah jadi ikut laris ya Bu..”
Ibu : “Alhamdulillah rame, tapi kalo soal untung Ibu gak terlalu ngejar Nduk..”
Saya : “Kenapa gitu Bu?”
Ibu : “Ibu kasihan kalo ngeliat anak-anak abis olahraga, pasti lapar dan namanya anak-anak yang masih minta uang saku ke orang tua pastilah uangnya gak banyak, jadi Ibu jual aja sotonya cuma Rp 2.000,- buat mereka.”
Saya : “Walah!! Gak papa gitu Bu? Kan Ibu biasanya juga cuma jual sotonya Rp 5.000,- yang sebenarnya menurut Genduk gak terlalu mahal.”
Ibu : “Nggak papa, kan ibadah, ada doa nya, khususnya buat anak-anak Ibu.”
Saya : “Hmmm???” (muncul blo’on nya)
Ibu : “Iya nggak papa Nduk, mungkin dengan apa yang Ibu lakukan, Allah akan menggantinya dengan memberikan hal yang sama pada anak-anak Ibu. Semoga Allah membalas dengan menjaga anak-anak Ibu yang sedang jauh di sana. Semoga saat anak-anak Ibu mengalami kesulitan dan Ibu tidak bisa mendampingi, Allah memberikan pertolongan-Nya dari tangan-tangan orang-orang di sekitarnya.”
Saya : #speechless (mewek di jalan sambil naik sepeda)

Terlepas dari ilmu untung-rugi ala pedagang, saya lebih belajar tentang arti ketulusan menjalani hidup, melakukan kebaikan, dan memberi tanpa mengharapkan imbalan. Semua saya pelajari dari Allah SWT melalui Ibu saya tercinta.

I love you Mom… T____T