Selasa, 19 Juni 2018

As a Teacher I Learned...

Setelah sekian tahun (dua tahun tepatnya) tidak lagi menulis, rasanya canggung sekali untuk kembali menulis saat ini. Sepuluh menit berpikir, "Duwh, gimana ya memulai kata-kata yang baik?", karena tangan ini kaku sekali rasanya selama dua tahun hanya dihabiskan untuk menulis laporan-laporan dan makalah, hiks. Mungkin ada yang bertanya, kenapa aku ingin kembali menulis? (mungkin lho ya, mungkin ada yang penasaran. hehe). Aku datang dengan satu jawaban sederhana, it's just because I want to do it (jawaban yang tak menjawab, haha).

Sebagai pembukaan dari segudang cerita yang kumiliki saat ini, mungkin akan kumulai dengan menjawab pertanyaan basa-basi yang sering kali ditanyakan seseorang saat pertama kali bertemu setelah sekian waktu, "apa yang kamu lakukan saat ini Ndah?".

Apa yang kulakukan selama dua tahun sejak aku kembali tinggal di Jawa? alhamdulillah aku tetap bekerja kok teman-teman, hehe. Profesi utamaku tentunya masih sesuai ijazah terakhir yang kuterima, yaitu sebagai seorang apoteker yang alhamdulillah masih kerja di rumah sakit. Selain sebagai apoteker aku menambah satu profesi baru selama satu tahun terakhir, yaitu sebagai seorang guru atau dalam bahasa inggris katanya disebut "teacher". Please, kalian tak perlu bertanya, "how come Indah?" karena dengan senang hati akan kuceritakan sekarang, hehe.

Sebenarnya mengajar bukanlah profesi asing buatku. Sejak SMP aku sudah menyicil latihan menjadi seorang guru dengan membuka les privat, saat SMP ngajar anak SD, saat SMA ngajar anak SMP, dan saat kuliah ngajar anak SMA, hehe. Menjadi seorang guru adalah cita-citaku sejak kecil, walau ternyata ditakdirkan untuk menjadi apoteker dulu baru bisa menjadi guru, #oopss. Jadi salah satu pertimbangan mengapa aku tetap ingin mengajar di sela-sela waktu sibukku sebagai apoteker adalah karena keinginan hati yang tidak bisa dibendung lagi, #eeaaaa.

Sebagian besar orang berpikir bahwa dengan mengajar berarti aku lah pihak pertama yang berbagi ilmu kepada orang lain, is it right? My answer is NO. Dari apa yang kualami selama satu tahun ini, pengalaman mengajarkan hal yang lain guys. So, what have you learned till now Ndah? As a teacher I learned about...

First, a good time management.
Profesi utama tentunya porsi waktunya lebih besar daripada yang kedua, tetapi pertanyaannya bagaimana agar bisa totalitas dan nyaman untuk keduanya?. Dalam kesibukanku mengatur waktu di rumah sakit, di sekolah, dan di rumah (untuk keluarga), saat itu lah kemampuan manajemen waktuku di uji. Ingin tahu bagaimana caranya? Mungkin lebih baik nanti kutuliskan di postingan selanjutnya saja, hehe. Salah satu yang kusadari adalah ternyata dengan semakin banyak aktivitas, justru membuatku lebih disiplin dalam mengatur waktu agar semua tuntutan bisa dipenuhi. Kuncinya hanya satu, keberhasilan manajemen waktu dinilai dari bahagia tidaknya kamu melakukan semua pekerjaan itu.

Second, how to be wise.
Salah satu cara menjadi bijak adalah dengan mencoba mengerti dan memahami. Pengertian dan pemahaman diperoleh dengan lebih banyak mendengar dan mengamati. Sebagai seorang guru dan mantan seorang murid, mengajar yang baik bukanlah hanya sekedar memberi teori tetapi berdiskusi, bukanlah mengarahkan tetapi mendampingi dengan sepenuh hati. Proses diskusi dan pendampingan murid akan membuat kita belajar cara bagaimana mendengar dan mengamati dengan baik, sehingga kita bisa memahami karakter, kesulitan, tingkat pemahaman seorang murid dan mampu mengerti bagaimana solusi yang baik untuk keduanya. Saat kita telah menemukan pengertian dan pemahaman yang tepat, maka kita mampu membuat sebuah keputusan yang bijak. Dan hal ini yang kupelajari dari pertemananku dengan anak-anak.


Third, enjoy my life.
Terlepas dari aku yang mungkin memang doyan ngobrol dengan orang-orang, baik dari yang masih bayi atau lansia, tetapi menurutku interaksi dengan murid-muridku membuatku semakin menikmati hidup. Jadi, sering kali ada kasus dimana murid-muridku chat atau telpon di saat emosiku mungkin sedang tidak baik, tetapi karena aku terbiasa menerapkan sikap "never let your emotion control your mind and attitude", maka selabil apapun emosiku saat itu harus segera kunetralkan saat anak-anak membutuhkanku, walau hanya untuk sekedar bercanda atau mungkin saat berdiskusi. Tetapi anak-anak ini hobbinya ngobrol lama, jadi yang awalnya menetralkan emosi demi sopan santun perlahan-lahan netral sendiri saat ngobrol termakan waktu dengan mereka. Dan ternyata hidup ini lebih menyenangkan saat bisa dijalani dengan emosi yang baik. Opps, untuk yang tahap ini jujur masih belajar kok sampai sekarang, hehe.

As a teacher I learn to appreciate and think positively about everything... Thank you kiddos.