Origami 6 buah angsa : Ibu (orange), Bapak (Biru), Mas Wawan (Ungu), Saya (Pink), Cicit (Kuning), Yaya (HIjau) |
Rabu, 27 Juni 2012
Main-main kertas lipat : Origami
Senin, 25 Juni 2012
Life Lessons
Alhamdulillah
saya kembali ada waktu untuk meng-update blog saya ini... J
Tulisan
untuk bulan ini sebenarnya memang saya tunda hingga tanggal ini dengan harapan
saya dapat memposting berita bahagia untuk kali ini, tetapi ternyata semua
rencana berubah. Apa yaaa cerita menarik dua bulan ini? Hehe mengingat saya
belum update blog bahkan hingga waktu 2 bulan (Mei-Juni).. ckckck.. maaf ya
teman-teman.. ~(>.<)~ Oke, mari kita review satu persatu berbagai pengalaman
menarik selama 2 bulan ini.. J
-Mei-
Bulan
Mei bisa dikatakan bulan ter-hectic
saya menjadi mahasiswi di kampus ini, fyuuuhhh benar-benar kejar deadline
pengumpulan TA di tanggal 1 Juni!! jadi selama 30 hari di bulan Mei ini yang
saya lakukan tentunya segala hal yang berhubungan dengan TA. Mulai dari kegiatan
di lab mikrobiologi maupun di lab perkembangan hewan. Hampir 15-18 jam perhari
selalu saya habiskan di dalam lab full
senin sampai minggu (hehe untungnya saya menyukai kegiatan ini sehingga saya senang-senang
aja mau kerja di lab sampai jam berapa saja). Perasaan saat kecewa ketika
percobaan yg dilakukan mengalami kegagalan untuk kesekian kalinya atau perasaan
euforia ketika satu titik terang dari percobaan yang dilakukan muncul ke
permukaan selalu membuat saya menanti jam-jam yang saya habiskan di lab.
Terkadang saat pekerjaan saya sudah selesai pun saya tetap menyukai menemani
teman saya di lab, hehe mungkin saya sudah terlalu cinta dengan lab saya
bekerja. Kerja di lab memang membutuhkan kesabaran yang cukup tinggi dan untuk
orang yang dengan kondisi fisik seperti saya perlu manajemen diri yang sangat
baik (but, pada kenyataannya saya
gagal soal manajemen diri, terlalu overworked).
Selama
bulan ini juga saya banyak melakukan perjalanan mandiri (main-main sendiri,
hehe). Yups sebenarnya perjalanan ke luar kota bukan hal yang asing bagi saya,
tetapi perjalanan seorang diri ke luar kota yang baru dikenal baru di saat-saat
ini saya mengalaminya. Woww pengen tahu kemana saja saya ngebolang di bulan
ini? Eeaaaa.. perjalanan pertama adalah perjalanan saya ke Cibinong, Bogor,
pada perjalanan ini saya ditugaskan untuk mengambil data SEM dari hasil
percobaan saya ke LIPI Bogor (perjalanan ke kota yang satu ini saya lakukan 6
kali selama saya meneliti,, fyuuhhh hebat juga yak?! Hehe). Tapi sayang saya
gak pernah sempat jalan-jalan keliling kota karena selain saya harus segera
tiba di Bandung kembali sebelum tengah malam, sebenarnya saya juga sangat buta
arah, kemungkinan nyasar selalu di atas 80%, hehe. Perjalanan selanjutnya
adalah ketika saya ke Jakarta untuk mengambil bahan nistatin yang akan saya
gunakan sebagai zat pembanding (saat ini saya benar-benar mengabaikan perasaan
tak suka saya terhadap kota ini demi keberhasilan TA saya, -.-“). Pada saat
perjalanan saya ke Jakarta, begitu saya tiba di Jakarta dan sedikit nyasar
alhamdulillah saya bertemu dengan pasangan suami istri Bapak dan Ibu Marsanto
yang dengan ikhlasnya mengantarkan saya ke lokasi yang saya tuju dengan naik
bajaj. Pasangan ini berusia kurang lebih antara 50-60 tahun dan saya
benar-benar sangat berterima kasih untuk kebaikan mereka, semoga suatu saat
masih ada kesempatan bagi kami bisa bertemu kembali, amiin J . Dua hari yang saya habiskan di
Jakarta ternyata tidak mampu membuat saya memejamkan mata sama sekali dan terus
terjaga sepanjang pagi, siang, dan malam. Tetapi alhamdulillah tujuan saya ke
kota itu dapat tercapai dengan lancar. J
Mulai
dari hebohnya kerjaan di lab, serunya jalan-jalan ke luar kota, pada akhir
bulan ini saya juga disibukkan dengan deadline draft seminar yang harus
dikumpulkan di akhir bulan dan alhamdulillah penelitian saya selesai sangaaaaaat tepat waktu, hehe tepatnya
H-2 pengumpulan draft seminar TA. Di sisa 2 hari
terakhir saya habiskan untuk mengedit buku TA tanpa tidur sama sekali (lagi).
Wowwww teman-teman pasti berpikir mengapa saya ngotot sekali untuk lulus bulan
ini? Alasan saya sangat sederhana, saya ingin segera masuk ke dunia kerja dan sesegera
mungkin bisa membantu orang tua saya menyekolahkan adik-adik saya. Oh iya, bulan
Mei ini juga diperheboh dengan jadwal UAS yang gak menentu walau pada akhirnya
saya ngikut-ngikut saja mau UAS kapan saja toh area bergantayangan saya tetap
di kampus jadi tidak terlalu sulit membagi waktu, hehe.
-Juni-
Wahhh
di bulan ini bisa saya katakan sebagai bulan belajar, hehe mengapa?? Karena pekerjaan
saya selama bulan ini adalah belajar belajar dan belajar. Jujur saya tipe orang
yang terlalu fokus, karena terlalu fokus sehingga saat saya sibuk dengan satu
hal maka saya tidak akan menyentuh hal lain. Ya contoh sederhananya adalah
kondisi saat ini, sebelum saya benar-benar menyelesaikan kegiatan saya di lab
secara tuntas maka saya belum bisa menyentuh sama sekali bahan belajar yang
harus saya pelajari untuk persiapan seminar dan sidang. Bahkan saat saya coba
belajar tetap saja kefokusan saya teralih bagaimana menyelesaikan masalah-masalah
saya di lab. Dan akhirnya baru di bulan ini lah saya bisa fokus belajar ketika
pekerjaan saya di lab benar-benar telah selesai di bulan Mei.
Pada
tanggal 7 Mei dilaksanakan seminar, jadi selama satu minggu sebelumnya selain
sibuk menyelesaikan revisi buku TA dan belajar, saya juga cukup bermasalah
dengan mental saya. Saya tidak mau mencari-cari alasan, tetapi saya hanya
mengevaluasi diri saya sendiri, segala kepercayaan diri saya selalu hilang
ketika saya berhubungan dengan “nilai”. Bukannya bermaksud tinggi hati, tetapi
saya mudah untuk menjalin hubungan sosial maupun berkomunikasi di depan umum ratusan maupun
ribuan orang ketika hal itu tidak berhubungan dengan “nilai”. Tetapi ketika
memikirkan seminar tempat dimana setiap kata, ekspresi, dan jawaban saya akan
dinilai, hal itu sudah membuat saya bahkan menangis saat latihan memulai
pembukaan presentasi, demam tiga hari, dan insomnia empat hari. Padahal saat seminar nanti hanya ada empat dosen penguji yang harus saya hadapi, tetapi
tak ada kepercayaan diri sama sekali pada diri saya untuk hal yang satu ini. L Beneran deh, perasaan saat jadi
pembawa acara maupun pengisi seminar motivasi saya mampu lancar-lancar saja
berbicara di depan umum, tapi ternyata ada hal yang saya takuti juga,
mungkinkah termasuk anciety disorder? Entahlah dari sejak kapan saya
mempunyai phobia ini?! -.-“. Saat
seminar saya berlangsung, terjadi berbagai insiden menarik karena kegugupan saya
seperti ketidaklancaran saya melafalkan kata “telur” menjadi “telulll” atau
insiden saya yang teriak dan memegangi meja karena mengira ada gempa, hayaaahhh
kacau banget lah! L
Selesai
seminar saya membutuhkan waktu 2 hari bedrest
untuk mengembalikan stamina fisik saya dan ketika saya sudah merasa cukup baik
saya lanjutkan dengan mengerjakan membuat buku TA. Buku TA yang saya kira dalam
waktu 2-3 hari bisa selesai ternyata bisa memakan waktu satu minggu lebih
hingga benar-benar selesai setelah beberapa tahap revisi. Padahal waktu saya
hanya tersisa 2 minggu untuk belajar bahan sidang sejak hari seminar dan saya
benar-benar curi waktu untuk belajar. Ternyata bahan sidang untuk TA saya
sangat banyak, dan yang saya lakukan adalah meyakinkan diri saya bahwa “Saya
BISA”, perbanyak ibadah, terus belajar, tetap jaga makan, konsumsi vitamin, dan cukupkan
istirahat. Tetapi sepertinya fisik saya sudah sangat menuntut haknya dengan munculnya
berbagai kondisi seperti anemia, demam, hipotensi, dan defisiensi beberapa
vitamin bahkan asupan vitamin yang saya lakukan pun tidak cukup membantu. Tapi
hal ini tidak membuat saya menyerah dan saat inilah sifat keras saya menjadi
boomerang pada diri saya sendiri. Keegoisan saya untuk lulus bulan ini membuat
saya mengabaikan diri saya sendiri.
Pada
hari H sidang sarjana saya dijadwalkan pada hari jumat, 22 Juni 2012, hari
terakhir untuk calon wisudawan bulan Juli. Ketakutan yang sama saat saya
menghadapi seminar kembali muncul tetapi saya terus berusaha membuat diri saya
tenang, walau saya tahu saya benar-benar sangat tidak tenang saat itu. Saya selalu
meyakinkan diri saya, “saya BISA! Saya Bisa!”, dan bukan bermaksud
menyangkut-nyangkutkan hal, tetapi selama 2 minggu terakhir cuaca Bandung yang
cerah tiba-tiba mendung di hari jumat itu, dan saya tahu saya harus lebih
mempersiapkan diri dengan segala kemungkinan. Begitu saya masuk ruangan sidang,
di ruangan itu hadir 7 dosen dari 4 Kelompok Keahlian (KK) bidang studi. Saya
tidak mampu mendeskripsikan apa yang terjadi di ruangan itu, yang hadir dalam
ingatan saya hanyalah tangan saya yang dingin dan meremas-remas. Segala
ketakutan saya membuat saya lupa dengan semua hal yang telah saya pelajari,
saya hanya pasrah, dan saya hanya ingin segera keluar dari tempat itu, saya tak
ingin lebih lama di ruangan itu, dan ketika semua berakhir tubuh saya melemas,
saya hilang kendali dan saya hanya bisa menangis dalam dekapan sahabat saya.
Saya tak mau mengakui diri saya mempunyai ketakutan hebat seperti ini, semakin
saya mengingat kondisi di ruangan itu saya semakin takut, dan saya tidak tahu
apa yang terjadi karena begitu akal sehat saya kembali ternyata saya sudah
terbaring di UGD bersama sahabat saya yang setia menemani. Saya masih takut dan
saya hanya mampu memeluk erat tangan sahabat saya itu. Saya tidak tahu berapa
lama saya di UGD hingga akhirnya tiba waktunya pengumuman kelulusan jam berapa
ya, entahlah saya masih tidak sadar dengan akal sehat saya. Saya yang mencoba
menguatkan diri memasuki ruang rapat untuk mendengar pengumuman kelulusan
ternyata satu kali lagi harapan saya harus berubah karena ternyata para penguji
memutuskan bahwa saya belum bisa lulus bulan ini. Saya ditemani sahabat saya
mencoba tegar mendengar berita itu, tetapi ketika semua orang sudah berhamburan
saya tak mampu menahan tangis saya, saya masih takut, saya terkejut, saya tidak
tahu apa yang harus saya lakukan saat itu, dan yang bisa saya lakukan hanya
menangis dan sahabat saya dengan setia menemani saya sampai saya benar-benar
tenang.
Sejak
hari pengumuman sidang itu, saya tidak ingin bertemu siapa-siapa atau
berkomunikasi dengan siapapun karena saya membutuhkan waktu seorang diri untuk
menenangkan diri dan mengevaluasi apa yang telah terjadi serta apa yang akan
saya lakukan selanjutnya karena semua rencana saya berubah 180 derajat dari
sebelumnya. Baik keluarga, sahabat, maupun teman selalu memberi saya semangat
dengan berbagai sms maupun telepon, walau tidak ada sms yang saya balas atau
telpon yang saya angkat tetapi saya tetap membaca berulang kali sms-sms
semangat itu, hanya saja saya benar-benar tidak ingin bicara dengan siapa-siapa
menyangkut hal yang satu ini. Pada kondisi inilah saya masih mempunyai banyak
kebahagiaan, karena Allah memberi saya banyak cinta dari orang-orang terdekat
saya. Secara rasionalitas saya sadar dengan baik, bahwa saya adalah seorang siswa,
siswa yang masih harus belajar tentang banyak hal tentang kehidupan yang
diberikan Allah SWT.
In life, you learn lessons.
Sometimes you learn them the hard way, and sometimes you learn them too late.
Ya,
kembali kepada pepatah lama, “kita hanya bisa berencana, tetapi tetap Allah SWT
yang menentukan hasil dari rencana dan kerja keras kita”. Dalam masa evaluasi
diri saya kemarin, saya membaca buku menarik dari sahabat saya, Dalam Dekapan
Ukhuwah karya Salim A. Fillah. Dalam buku tersebut saya kutip halaman nasehat
sebagai berikut.
A : “Di mana keadilan Allah? Telah lama aku memohon dan meminta padaNya satu hal saja. Kuiringi semua itu dengan segala ketaatan padaNya. Kujauhi segala laranganNya. Kutegakkan yang wajib. Kutekuni yang sunnah. Kutebarkan shadaqah. Aku berdiri di waktu malam. Aku bersujud di kala Dhuha. Aku baca kalamNya. Aku upayakan sepenuh kemampuan mengikut jejak RasulNya. Tapi hingga kini Allah belum mewujudkan harapanku itu. Sama sekali.”
B : Menatap iba, lalu tertunduk sedih.
A : Sambil berkaca-kaca, “Padahal, ada teman lain yang aku tahu ibadahnya berantakan. Wajibnya tak utuh. Sunnahnya tak tersentuh. Akhlaknya kacau. Otaknya kotor. Bicaranya bocor. Tapi begitu dia berkata bahwa dia menginginkan sesuatu, hari berikutnya segalanya telah tersaji. Semua yang dia minta didapatkannya. Di mana keadilan Allah?”
B : “Pernahkah engkau didatangi pengamen?”
A : “Maksudmu?”
B : “Ya, Pengamen, pernah?” sambil tersenyum.
A : “Iya. Pernah.” Wajahnya tampak serius lekat-lekat.
B : “Bayangkan jika pengamennya adalah seorang yang berpenampilan seram, bertato, bertindik, dan berwajah garang mengerikan. Nyanyiannya lebih mirip teriakan yang memekakkan telinga. Suaranya kacau, balau, sengau, parau, sumbang, dan cemprang. Lagunya malah menyakitkan ulu hati, sama sekali tak dapat dinikmati. Apa yang akan kau lakukan?”
A : “Segera kuberi uang, agar segera berhenti menyanyi dan cepat-cepat pergi.”
B : “Lalu bagaimana jika pengamen itu bersuara emas mirip sempurna dengan Ebit G. Ade atau Sam Bimbo yang kau suka, menyanyi dengan sopan dan penampilannya rapi lagi wangi; apa yang kau lakukan?”
A : “Kudengarkan, kunikmati hingga akhir lagu, lalu kuminta dia menyanyikan lagu yang lain lagi. Tambah lagi. Dan lagi.” Sambil memejamkan mata membayangkan.
A dan B tertawa.
B : “Kau mengerti kan? Bisa saja Allah berperilaku begitu pada kita, para hambaNya. Jika ada manusia yang fasik, keji, munkar, banyak dosa, dan dibenciNya berdoa memohon padaNya, mungkin akan Dia firmankan pada malaikat: ‘Cepat berikan apa yang dia minta. Aku muak mendengar ocehannya. Aku benci menyimak suaranya. Aku risi mendengar pintanya!’”, dilanjutkan, “Tapi, bila yang menadahkan tangan adalah hamba yang dicintaiNya, yang giat beribadah, yang rajin bersedekah, yang menyempurnakan wajib dan menegakkan sunnah; maka mungkin saja Allah akan berfirman pada malaikatNya: ‘ Tunggu! Tunda dulu apa yang menjadi hajatnya. Sungguh Aku bahagia bila dia minta. Dan biarlah hambaKu ini terus meminta, terus berdoa, terus menghiba. Aku menyukai doa-doanya. Aku menyukai kata-kata dan tangis isaknya. Aku menyukai khusyu’ dan tunduknya. Aku menyukai puja dan puji yang dilantunkannya. Aku tak ingin dia menjauh dariKu setelah mendapat apa yang dia pinta. Aku mencintaiNya.’”
Subhanallah,
setelah membaca dan mencerna hal itu dengan baik-baik, saya saat ini justru
semakin bersyukur dengan nikmat yang telah Allah berikan. Mengapa saya
sebelumnnya menganggapnya sebuah cobaan? Karena pada dasarnya itu semua adalah
bagian dari rasa cinta Allah kepada saya, Allah ingin saya lebih mencintaiNya
dan lebih mendekat kepadaNya. Saya tidak membutuhkan jawaban lain, karena saya
mendapat bekal terbaik yang bisa saya bawa untuk meningkatkan rasa cinta saya
kepada Allah SWT di bulan suci yang segera tiba. Kali ini saya kembali
menangis, tetapi bukan menangis karena berbagai ketakutan dan kekecewaan
seperti sebelumnya, karena saat ini saya menangis bahwa Allah selalu didekat
saya, tetapi kemarin saya terlalu khilaf hingga hati saya ditutupi ketakutan pada makhluk
ciptaanNya, padahal hanya padaNya lah rasa takut itu saya berikan, rasa cemas
itu saya berikan, bukankah tiada yang lebih menyakitkan selain ditinggalkan dan
tak dicintai oleh Allah SWT? Pada dasarnya semua yang kita lakukan di dunia ini
hanyalah bekal untuk di akhirat kelak. Astaghfirullah..
Banyak
hal berharga yang saya jalani setiap waktu dan begitu pula pada teman-teman
yang sedang membaca ini, tetapi semoga setiap hal yang terjadi pada kita
merupakan suatu pembelajaran yang mampu semakin mendekatkan kita kepada Allah
SWT.. Amiin.. J
Langganan:
Postingan (Atom)