Minggu, 28 September 2014

Aku dan Lagu Indonesia Raya

Oke, apa sih yang sedang HOT diomongin orang-orang saat ini? RUU Pilkada? atau perdebatan tentang 6x4 dan 4x6? Cukup! apapun hal seru itu saya sedang tidak ingin membahasnya di sini. :D Lebih baik saya ceritakan sesuatu yang ringan untuk para pembaca blog saya di hari minggu. Hehehe (sok banget kayak blognya bakal dibaca aja?!)

Pada saat kegiatan pertemuan evaluasi akhir kontrak Program Sahabat Hutan ASRI yang dilaksanakan di hari kamis kemarin, 25 September 2014, saya tidak hanya datang sebagai notulis acara tetapi juga diberi kesempatan untuk menjadi dirigen pada sesi menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sering kah kalian melihat banyak orang berleha-leha saat menyanyikan lagu Indonesia Raya di suatu upacara? Gak serius sama sekali bahkan malah menguap berulang kali? Wahhh kalau saja kalian ikut datang di acara kami kemarin kalian pasti akan terpukau dengan betapa serius dan semangatnya para Sahabat Hutan dan seluruh staf ASRI dalam menyanyikan lagu Indonesia Raya. Tatapan yang tajam, posisi berdiri yang tegap, dan fokus yang tergambarkan dalam diam. Oh tidaaaak!! saya pun nervous abis sebelum memulai mengangkat tangan untuk memandu mereka bernyanyi. "Oke bismillah, you can do it Ndah!!" adalah kalimat yang saya ucapkan keras-keras dalam hati. Duh tiba-tiba tersadar, kapan yak terakhir kali saya memimpin lagu Indonesia Raya?? sepertinya saat saya SMP, hahaha, yang berarti sudah 9 atau 10 tahun yang lalu cuy! OMG! haha #TepokJidat. Hal yang paling saya takutkan adalah bagaimana memulai ketukan 4/4 yang tepat? fyuhhh~~ dan yang bisa saya lakukan hanyalah belajar dadakan 5 menit sebelum memulai nyanyian.. (-__-").

Oke mari kita mulai bernyanyi!! And hey look! alhamdulillah ternyata hal yang saya takutkan tersebut tidak terjadi. YES!! start ketukan 4/4 berjalan dengan lancar.. hihihi (^_^). Setelah merasa berada di zona aman, saya pun mulai menikmati gerakan tangan dan nyanyian yang sedang disandungkan. Lalu tibalah kami pada bagian lirik "Hiduplah tanahku, Hiduplah negriku, Bangsaku Rakyatku semuanya..." dan jreng jreng jreng seolah kepala saya diketok batok kelapa, "setelah ini bagian lirik akhirnya harus diulang berapa kali yak??" God, saya LUPA!! (>O<) Huks! patah hati rasanya, ambruk, hancur perasaan saya karena merasa gagal menjadi warga Indonesia (T___T) #LebayKlimaks. Haduh Ndah,.. 23 tahun menjadi warga Indonesia kenapa bisa lupa lirik sih?? #JLEB!. Akhirnya saya tetap mencoba menjaga fokus dan kepedean penampilan saya sebagai dirigen. Harga diri harga mati cuy!!. Akhirnya tibalah kami di bagian lirik akhir "Indonesia Raya Merdeka Merdeka, Tanahku negriku yang kucinta..". Dan dengan kepedean serta harga diri tinggi, "sepertinya lagunya berhenti di bagian ini..", saya pun langsung menghentikan gerakan tangan saya saat tiba di akhir lirik "Hiduplah Indonesia Raya..." yang seharusnya masih harus diulang satu kali lagi. Saya menutup gerakan tangan saya dengan pose yang anggun, tetapi sayangnya pose anggun ini berubah menjadi canggung karena ternyata masih ada pengulangan lirik dan semua orang masih fokus menyanyi. Sungguh rasa malu yang tidak tertahankan, rasanya pengen terjun dari gunung Himalaya!! (jauh amat Ndah?!). Semua orang yang memperhatikan pun tetap melanjutkan nyanyian dengan menahan tawa. Yaa Tuhaaan, apa yang harus saya lakukan selanjutnya??? akhirnya saya kembali mengangkat tangan dan melanjutkan memberi arahan lagu Indonesia Raya hingga akhir. Saat lagu selesai hanya ada dua  hal yang terjadi, pertama, jebolnya tawa semua orang yang tertahan saat menyanyi dan yang kedua adalah saya yang langsung lari ke pojokan menyembunyikan rasa malu. #RedFace

Pelajaran yang saya ambil kali ini adalah: "Ingat Ndah, lirik akhir lagu Indonesia Raya harus diulang dua kali!" Hahaha

Jumat, 05 September 2014

Ku Tak Mau Seperti Ilalang

Pernahkah kalian berpikir bahwa alang-alang itu indah? bahwa alang-alang itu romantis? Oh yeah, aku pun pernah berpikir seperti itu. Maklum lah dulu aku masih anak muda yang terjebak pada romantika fiktif sebuah drama. Walau bukan berarti sekarang aku tak muda lagi dan tak yakin juga apakah sekarang aku sudah sedikit waras untuk melihat realita, hahaha. Tapi kemarin ada sebuah fakta menarik yang membuatku menyimpulkan hal lain tentang alang-alang.

Saat itu aku bersama team ASRI sedang dalam perjalanan pulang setelah setengah hari melakukan evaluasi program di desa Riam Berasap. Dalam perjalanan itu aku terhanyut sejenak dalam lamunanku di luar jendela mobil. Indahnya barisan tanaman alang-alang sepanjang jalan menjadi pemandangan yang cukup menarik perhatianku saat itu. Tiba-tiba aku pun teringat pada banyaknya alang-alang yang tumbuh di hutan bekas penebangan liar. Spontan aku pun langsung tanya pada salah satu temanku, "Erica, mengapa hutan yang ditebang selalu hanya ditumbuhi oleh alang-alang? mengapa pohon hutan tak bisa tumbuh di sana?". Setelah mendengar pertanyaanku tersebut Erica pun langsung menjawabnya, "Tanah hutan pada dasarnya merupakan tanah yang baik, tetapi ketika 
tanah tersebut mengalami perubahan ekosistem karena penebangan liar akhirnya kualitas tanah pun perlahan-lahan mulai memburuk. Akibat dari penurunan kualitas tanah ini lah yang menyebabkan hanya tanaman alang-alang yang bisa tumbuh di atasnya. Karena salah satu kehebatan tanaman alang-alang adalah tumbuh di berbagai jenis tanah dengan baik. Tetapi tanaman alang-alang bukanlah tanaman yang baik saat ia sudah tumbuh. Akar alang-alang merupakan salah satu faktor yang mampu mengganggu pertumbuhan akar tanaman hutan lainnya sehingga membuat tanaman hutan sulit tumbuh. Keberadaan akar alang-alang ini pula yang justru membuat kualitas tanah hutan semakin lebih memburuk sehingga mempersulit reboisasi hutan. Apalagi alang-alang termasuk jenis tanaman yang panas, yang artinya jenis tanaman yang mudah mengering di musim kemarau sehingga sering kali menyebabkan terjadinya kebakaran hutan."
"Oh begitu..." itulah jawaban singkatku untuk jawaban panjang Erica. Setelah mendengar jawaban itu aku pun kembali tenggelam dalam pemikiranku sendiri. "Jika aku sebuah tanaman mungkin aku tak ingin menjadi alang-alang. Sebuah tanaman yang bebas tumbuh dimana saja tetapi tidak memberikan manfaat untuk sekitarnya." Mungkin kesimpulan ini terdengar cukup polos dan tergesa-gesa, hanya saja boleh kan aku memberikan kesimpulan pada setiap wawasan baru yang kuterima? hehehe. Kesimpulan lain yang kuterima hari itu adalah bahwa Allah memberikanku kesempatan untuk belajar arti kehidupan tak hanya dari segala problematika manusia, tetapi bahkan dari tanaman yang mungkin tak berharga seperti alang-alang pun aku diingatkan kembali untuk senantiasa terus memberikan yang terbaik pada siapapun dan apapun yang ada di sekitarku.

Hidup adalah proses pembelajaran. :)