Minggu, 12 Mei 2013

Citra, My Beloved Sister

Aku sangat merindukan adikku yang satu ini. Namanya Citra Dewi, panggilannya Cicit, tetapi aku sering memanggilnya Cicot, SingShot, SingShotThotDhot sejak kecil, Haha... aku akan memanggilnya “Nduk” saat aku sedang butuh bantuan. Aku dan adikku hanya selisih usia 4 tahun, dan kami lahir di bulan yang sama. Kami bukan kakak-adik yang baik, kami sering berantem, kami sering berebut perhatian ibu kami, dan kami sama-sama keras kepala. Tetapi dia adikku, adik kesayanganku yang sudah menemaniku selama 18 tahun dan seterusnya dalam kehidupanku. Kami bukan kakak-adik yang baik, tapi kami adalah sahabat yang baik, dan mungkin tidak ada sahabat terbaik selain adikku dalam kehidupanku. Aku punya temperamen yang cukup tak terkontrol. Suatu saat aku mudah sekali bahagia, suatu saat aku mudah sekali marah, suatu saat aku mudah sekali pengertian, tetapi juga suatu saat aku mudah sekali menjadi egois. Tetapi disana ada satu orang yang mengertiku setelah ibuku, yaitu adikku. Aku merasa beruntung memilikinya sebagai adikku, ia yang selalu sabar dengan amarahku, yang mau mendengarkan tangisanku, yang mau bermain denganku, yang ikut berbahagia bersamaku, seorang adik yang membutuhkan keberadaanku disampingnya. 

Jarak umur kami yang dekat sering kali membuat kami bertukar peran, terkadang dia lebih dewasa daripada aku karena sifatku yang sering kali kekanak-kanakkan. Aku senang saat ia selalu membutuhkanku dalam kehidupannya. Aku senang saat ia membuka hatinya untukku, bercerita tentang semua mimpi-mimpinya, bercerita tentang apa yang membuatnya bahagia, apa yang membuatnya sedih, dan apa yang membuatnya khawatir. Adikku bukan tipe orang yang terbuka pada semua orang, dia lebih tertutup dibandingkan aku yang sangat ekspresionis. Adikku merupakan salah satu dari sekian banyak alasanku berjuang dalam medan perang saat ini. Terkadang adikku sering kali mengenyampingkan keinginannya dan memprioritaskan kebutuhan orang lain, sedangkan aku selalu berprinsip bahwa aku harus mendapatkan kedua-duanya yaitu keinginanku dan kebutuhan orang lain disekitarku. Melihatnya yang mudah sekali menyerah seperti itu membuatku ingin melakukan berbagai hal yang dapat mengganti setiap hal ia korbankan, aku ingin memberinya kebahagiaan yang pantas ia dapatkan. Tak pernah ada rahasia antara aku dan adikku, dan karena keberadaan adikku aku tak pernah merasa kesepian. Aku pun berharap adikku merasakan hal yang sama seperti itu, bahwa dengan keberadaanku ia tak akan pernah kesepian. 



Yups, kami bukan kakak-adik yang hidup dalam kedamaian, karena hidup kami penuh keramaian. Hidup kami yang dihiasi pertengkaran, perbedaan pendapat, tangisan dan amarah tetapi diperindah dengan pengertian, senyuman, dan kasih sayang. 

Untuk adikku Cicit.. terima kasih menjadi sahabat terbaikku.... :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar