Minggu, 24 Maret 2013

Pemilu Lurah Baru Kami

Rabu, 20 Maret 2013

Aku bangun pagi seperti biasa, sholat subuh, meneguk segelas air, lanjut membantu ibu bersih-bersih rumah. Yup, bersih-bersih rumah, karena hari itu aku sedang berlibur di kampung halamanku. Kegiatan rutinku setiap pagi di rumah dimulai dengan menyapu rumah, halaman depan, halaman belakang, rumah kakek, mencuci baju, mencuci piring, lalu mandi dan sarapan pagi. Rutinitas yang sudah menjadi tanggung jawabku sejak usia 6 tahun. Beratkah? oh tidak.. aku senang melakukannya. :)

Untuk apa aku bercerita rutinitas biasa itu??? hehe karena hari itu bukan hari biasa, hari ini hari penting di desaku, yaitu Pemilu Lurah baru kami. Ayahku saat itu adalah ketua tim sukses salah satu calon, dan posisi ayahku tersebut sangat berdampak pada rutinitas pagiku hari itu?? karena sampah pada hari itu menjadi 4x lipat dibandingkan hari biasanya, cucian piring dan gelas menjadi 8x lipat hari biasa, fyuuhhh~~. Tentunya tumpukan sampah itu adalah sisa makanan yang disuguhkan ibuku untuk para tamu (baca: para kader) yang sibuk musyawarah pada malam sebelumnya di rumah kami. Walau sebenarnya hal itu juga bukan masalah besar sih, haha soalnya rumahku sudah terbiasa dipakai untuk acara akbar jadinya it's no problemo

Salah satu sifat orang tuaku yang tidak mengalir kuat pada darahku adalah jiwa politik mereka, i don't know why.. -.-" i don't like politics. Sepanjang hidupku, pemilihan lurah yang kuingat hanya ada dua, yaitu saat aku kelas 4 SD dan hari itu. Sebenarnya sistem pemilunya tidak jauh beda seperti pemilu presiden maupun presiden kampus, tapi ada hal menarik yang jadi perhatianku saat itu...

1. Sistem Kubu
Jika ada dua calon lurah tentunya secara otomatis terbentuk dua buah kubu yang berbeda di masyarakat sesuai pilihan masing-masing. Tetapi dengan jumlah pemilih aktif di desa yang hanya 4.000 orang sistem kubu ini menjadi sangat berbeda. Jumlah penduduk yang terbatas membuat masing-masing tim sukses mudah mengidentifikasi berapa persentase pendukung masing-masing, kalau orang jawa bilang "podo gampang ngerti bolone dhewe-dhewe" (arti: sama-sama mudah tahu pendukungnya masing-masing). Dan ingatlah teman-teman, kita berada di desa dimana sistem komunikasi masih lancar di pasar yang otomatis siapa saja orang yang memilih calon A mapun calon B mudah sekali untuk diketahui. Hahaha.. aku menikmati sekali sistem "bolo-bolonan" yang seru ini. Terasa ramai sekali desaku ini... :D

2. Saat pencoblosan
Pencoblosan lurah hanya dilakukan pada satu lokasi, yaitu balai desa kami. Balai desa kami cukup besar dan luas, tetapi untuk menampung 4000-5000 masyarakat dalam sekali waktu bisakah teman-teman bayangkan bagaimana kondisinya? yupp seperti antri sembako gratis. (O_o) Walau barisan antrian sudah dibagi menjadi 4 lajur tetap saja membuatku antri lebih dari satu jam. Ramai sekali balai desa saat itu, seluruh masyarakat berkumpul dan banyak pedagang balon, bakso, kerupuk, dan sebagainya yang menjajakan dagangannya di lokasi. Tapi yang lebih membuat saya excited adalah hari itu pertama kali dalam hidup saya, saya menggunakan hak pilih saya di pemilu (pemilu-pemilu lain saya terperangkap di Bandung,.. hahaha) dan saya bertemu dengan teman-teman MI saya, ahhh kangen sekali dengan mereka. :)

Sayangnya calon yang aku pilih tidak menang saat itu, yah apa boleh buat, inilah pemilu... :D Buat lurah baru kami, semangaaat!!! semoga menjadi pemimpin yang bijak.. amiin :)
Aku bukan penikmat politik yang hebat, tetapi aku penikmat kemeriahan pemilu yang penuh semangat. :)

2 komentar:

  1. nongkrong dii blog indah dluu ah... heheh
    -wenny-

    BalasHapus