Selasa, 27 Oktober 2015

Dementor Berwujud Kabut

Untuk pertama kalinya selama 17 bulan saya tinggal di tanah Borneo, baru hari ini saya benar-benar merasa lelah, jenuh, dan bosan dengan apapun yang saya lakukan di tempat yang saya nilai sebagai salah satu tempat terindah yang pernah saya temui sebelumnya. Alasan sederhana untuk segala perasaan sedih ini hanyalah karena rasa rindu saya pada keindahan surga yang dulu dimiliki tempat ini, langit biru, air sejuk, udara segar, dan hijaunya pepohonan yang kini sudah tidak bisa dilihat lagi karena kabut asap yang mengepung. Saya merindukan suara burung dan klempyau (sejenis monyet) yang selalu menjadi penyemangat pagi saya. Saya merindukan indahnya senja jingga sore yang selalu menutup hari saya. Saya merindukan barisan-barisan bintang yang selalu menemani malam-malam saya di sini. Dan ketika semua sumber kebahagiaan saya itu hilang satu persatu, rasanya seolah-olah kebahagiaan saya pun ikut diserap oleh dementor yang bersembunyi dalam pekatnya kabut asap. Berbagai cara saya lakukan untuk berusaha memperbaiki kebahagiaan saya, mulai dari lari ke laut hingga lari ke gunung. Tetapi ke mana pun saya berlari, dementor berwujud kabut asap ini tetap menghantui. Dan yang sadari saat ini adalah tiga bulan tinggal di bumi berkabut ternyata sangatlah tidak mudah untuk saya yang masih berusia seperempat abad ini. Bisa dibayangkan bagaimana lebih tidak mudahnya bagi anak-anak dan para lansia yang mempunyai fisik lebih lemah daripada saya.

Yaa Allah Yaa Rabb, hanya pada-Mu kami memohon ampunan, pertolongan, dan keselamatan. I miss the rain. :(