Rabu, 02 Desember 2015

Kini Saat Usiaku 25 Tahun

Saat ini aku sedang duduk di atas meja kerjaku, mengotak-atik laptopku sambil menunggu antrian resep berikutnya datang untuk kusiapkan segera. Setiap menuliskan tanggal hari ini di kertas etiket obat yang kusiapkan, aku menjadi teringat sesuatu hal kecil sederhana, "Oh yeah, ini sudah bulan desember ya.. 2015 segera berakhir." Ingatan kecil ini lah yang mengarahkan pikiranku selanjutnya untuk sebuah pertanyaan, "Hey Ndah, what have you done until now?"

Kini saat usiaku 25 tahun, yang aku tahu adalah aku masih menjalani hidupku dengan baik. Jujur aku bukan orang yang selalu mempunyai plan masa depan yang wah atau bagaimana, mungkin aku termasuk orang yang selalu membiarkan diriku terbawa alur apapun itu sepanjang alur itu mampu memuaskan tujuan sederhana hidupku yang hanya ingin terus berusaha memberikan kebaikan, kebahagiaan, dan manfaat untuk banyak orang (tujuan hidup yang absurd yak?! hehe). Aku hanya selalu ingin menjalani hidupku dengan penuh syukur. Tetapi tidak dipungkiri juga aku pun juga pernah dan masih punya ambisi hidup entah itu untuk asmara, pekerjaan, atau pendidikan yang sangat ingin sekali kuraih, walau sayangnya banyak ambisi-ambisi itu yang belum bisa terwujud hingga saat ini. Entah mungkin karena akunya yang kurang berusaha atau memang belum waktunya saja mungkin. Hehe. #TepokJidat

Kini saat usiaku 25 tahun, aku sangat memperhatikan kesehatanku dengan detail. Hal ini berawal dari banyaknya pasien dengan penyakit degeneratif di usia muda yang kutemui di klinik, sehingga perhatianku terhadap kesehatanku sendiri sangat meningkat. Selama satu tahun terakhir aku kontrol makananku dengan tidak banyak makan makanan instan lagi seperti dulu, dan untuk hal ini aku pun semakin rajin berkreasi dengan masakanku di rumah. Sayur-sayuran dan buah selalu menjadi menu wajib dalam setiap makananku. Salah satu atau dua dari olahraga rutinku (yoga, pilates, lari, bersepeda dan renang) selalu menjadi agenda wajib pagi dan soreku setidaknya minimal 15 menit per hari. Waktu istirahat (baca: tidur) yang cukup juga selalu jadi catatan penting. Efek positifnya adalah akhirnya sekarang tubuhku jarang sekali mudah lelah seperti dulu, dan proporsi tubuh ideal yang dari dulu kuimpikan akhirnya kini berhasil kumiliki. Fufu~ :)

Kini saat usiaku 25 tahun, menjaga ketenangan pikiran adalah target yang selalu menjadi point utamaku setiap pagi. Karena dengan semakin banyaknya pekerjaan yang kulakukan, semakin banyaknya aku berinteraksi dengan orang, dan semakin banyaknya masalah hidup yang kutemui maka berbagai metode untuk menjaga pikiran tetap jernih termasuk PR besarku tiap hari. Ibadah dan memandang hal secara positif merupakan salah satu kunci untuk hal ini. It's not easy. >_<

Kini saat usiaku 25 tahun, aku ingin lebih banyak berpetualang lagi, banyak sekali tempat-tempat yang masuk dalam daftar wajib dikunjungi tahun ini. Masih banyak daftar gunung yang ingin kudaki, masih banyak tempat yang ingin kueksplor, masih banyak lautan yang ingin kuseberangi, dan masih banyak panorama alam lain yang ingin kujelajahi. Ayok ayok siapa mau ikut? :D

Kini saat usiaku 25 tahun, pertanyaan dan kegalauan tentang pernikahan selalu menjadi topik yang muncul di tengah-tengah percakapan entah saat bersama orang tua, sahabat, atau bahkan saat pembicaraan privatku dalam doa dengan Tuhan. Tapi untuk hal ini aku pun tidak tahu harus menulis apa, yang pasti yang bisa kulakukan hanyalah senantiasa memperbaiki dan menyiapkan diri hingga waktu indah yang entah kapan akan tiba nanti. Hehe. :p

Kini saat usiaku 25 tahun, aku selalu berterima kasih untuk setiap detik nafasku atas segala rahmat, rezeki, dan cinta dari Allah SWT melalui keluarga dan orang-orang yang kutemui dalam hidupku serta segala hal yang sudah dan akan kudapatkan nanti. Tetap semangat!! \(^o^)/

Easy Silky Lemon Pudding

Hai guys! Setelah sekian lama vakum dari blog saya (baru juga dua bulan Ndah?! hehe) kali ini saya mau posting salah satu menu favorit dari hobbi memasak saya bulan ini. Resepnya simple kok! Check this out guys! :)

Bahan:

2 1/4 cup susu cair
1/2 cup light brown sugar
1/2 cup gula pasir/ gula jawa (atau gak usah sama sekali buat yang lagi diet gula)
1/4 cup maizena
4 kuning telur
sedikit garam
1/2 cup air perasan jeruk lemon
3 sdm butter suhu ruang
2 sdm parutan lemon
1/2 sdm agar-agar instan

Cara membuat:
Adonan I : Siapkan panci, campur susu + gula+ maizena dan aduk hingga rata.
Adonan II: Siapkan mangkok, aduk kuning telur + parutan kulit lemon + garam.
Masukkan adonan II ke adonan I.
Masak dengan api sedang, lalu masukkan agar-agar dan aduk hingga kental.
Angkat setelah kental kemudian masukkan air lemon dan butter, aduk rata.
Masukkan ke gelas saji atau kotak makanan dan dinginkan dalam kulkas.
Selesai!! Nyummy!! :)

Selasa, 27 Oktober 2015

Dementor Berwujud Kabut

Untuk pertama kalinya selama 17 bulan saya tinggal di tanah Borneo, baru hari ini saya benar-benar merasa lelah, jenuh, dan bosan dengan apapun yang saya lakukan di tempat yang saya nilai sebagai salah satu tempat terindah yang pernah saya temui sebelumnya. Alasan sederhana untuk segala perasaan sedih ini hanyalah karena rasa rindu saya pada keindahan surga yang dulu dimiliki tempat ini, langit biru, air sejuk, udara segar, dan hijaunya pepohonan yang kini sudah tidak bisa dilihat lagi karena kabut asap yang mengepung. Saya merindukan suara burung dan klempyau (sejenis monyet) yang selalu menjadi penyemangat pagi saya. Saya merindukan indahnya senja jingga sore yang selalu menutup hari saya. Saya merindukan barisan-barisan bintang yang selalu menemani malam-malam saya di sini. Dan ketika semua sumber kebahagiaan saya itu hilang satu persatu, rasanya seolah-olah kebahagiaan saya pun ikut diserap oleh dementor yang bersembunyi dalam pekatnya kabut asap. Berbagai cara saya lakukan untuk berusaha memperbaiki kebahagiaan saya, mulai dari lari ke laut hingga lari ke gunung. Tetapi ke mana pun saya berlari, dementor berwujud kabut asap ini tetap menghantui. Dan yang sadari saat ini adalah tiga bulan tinggal di bumi berkabut ternyata sangatlah tidak mudah untuk saya yang masih berusia seperempat abad ini. Bisa dibayangkan bagaimana lebih tidak mudahnya bagi anak-anak dan para lansia yang mempunyai fisik lebih lemah daripada saya.

Yaa Allah Yaa Rabb, hanya pada-Mu kami memohon ampunan, pertolongan, dan keselamatan. I miss the rain. :(

Senin, 24 Agustus 2015

Bubur Pedas Sukadana

Bubur Pedas
Bubur pedas merupakan salah satu makanan khas Sukadana, Kalimantan Barat, yang awalnya tidak saya minati namun kini menjadi salah satu makanan favorit saya selama di sini. Sesuai dengan namanya, bubur ini merupakan bubur nasi yang nikmat disajikan dengan rasa pedas. Perbedaan antara bubur ini dengan bubur lainnya  adalah banyaknya gizi dan nutrisi yang bisa kita dapatkan dari sayur-sayuran yang mengkomposisinya. 
Sayur-sayuran yang sering digunakan antara lain daun kesum, kangkung, kacang panjang, daun cangkok manis (daun katuk), daun pakis, daun kunyit, ubi singkong dan lain-lain. Daun kesum (Polygonum odoratum) merupakan sayuran khas dengan aroma menarik yang menjadi sayuran wajib dalam masakan bubur pedas. Untuk penikmatnya kita bisa tambahkan daging sapi atau kulit sapi yang direbus kemudian dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam campuran masakan. Bumbu yang digunakan pun cukup lah sederhana, antara lain lengkuas, serai, daun putih, ketumbar, bawang putih, dan garam. Lalu untuk topping nya biasanya kita masukkan ikan teri goreng dan kacang tanah goreng. Dan yang terakhir ditambahkan sebelum dimakan adalah sambal cabe rawit dan kecap. Saya tidak tahu yang lainnya bagaimana, tetapi bagi saya makan bubur pedas satu porsi tidak pernah mengenyangkan saya, dan akhirnya memaksa saya harus makan tiga porsi piring karena rasanya yang nikmat. 
Kegiatan memasak bubur pedas merupakan kegiatan menarik karena dilakukan gotong royong bersama ibu-ibu warga setempat dan dinikmati bersama-sama saat masih hangat. Aktivitas memasak bubur pedas akan menjadi salah satu aktivitas yang saya rindukan saat meninggalkan Sukadana nanti.

Selasa, 30 Juni 2015

Pangkatku di Dunia

Jika dunia ini ibarat sebuah pemerintahan maka aku dalam diriku sendiri adalah seorang Ratu. Aku dalam keluarga kecilku adalah seorang Putri. Aku dalam pekerjaanku adalah seorang Panglima perang. Aku dalam negaraku adalah seorang Rakyat jelata. Aku dalam alam semesta hanyalah setitik debu pasir di lautan.

Kamis, 25 Juni 2015

Manusia Sejuta Nama

Sebutan ini bukan hanya untuk kamu, dia, atau mereka kawanku. Sebutan ini berlaku untuk kita semua. Benar, kita semua lahir tidak hanya dengan satu nama, tetapi sejuta nama ada pada diri kita saat hidup di dunia. Semakin panjang hidup manusia, semakin panjang pula nama-nama yang tertulis pada dirinya. Awalnya hanya membawa nama diri sendiri, kemudian membawa nama ayah, nama ibu, nama keluarga, berlanjut membawa nama daerah asalnya, lalu nama almamaternya, hingga nama lembaga dimana ia bekerja. Satu keberhasilan maupun satu kesalahan selalu menjadi penghargaan dan kecacatan untuk nama-nama tersebut.
Tahukah kamu kawanku apa hal lucu dari semua itu? ironisnya saat kita meninggal, maka kita tinggalkan pula semua nama itu di dunia dan kita menghadap kepada Tuhan kembali sebagai makhluk tak bernama untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita selama di dunia.

Kita manusia sejuta nama yang berakhir tanpa nama di hadapan-Nya.
Ramadhan #8

Selasa, 09 Juni 2015

Pulang? Ya Jajan!!

Apa yang saya rindukan dari kampung halaman selain keluarga? Tentunya makanan favorit yang selalu membuat saya ngiler setiap membayangkannya. So, dua minggu selama di rumah kemarin berhasil saya manfaatkan untuk memenuhi misi saya menikmati semua jenis makanan yang saya rindukan. Hohoho, maaf ya mau berbagi foto sedikit beberapa makanan favorit saya di Solo. :D
Gulai jeroan kambing
emang selalu bikin ngiler.. :D

Namanya Plencing! Rasanya pedes banget
makanya enaknya dimakan pake tempe bacem.
Makanan favorit saya sejak kecil! Sate kambing!!!!
Setelah satu tahun tidak makan sate kambing,
begitu berjumpa lagi saya langsung melahap 2 porsi. Haha 

Sego Bancakan. Paket komplit ini saya dapat
dari acara syukuran tetangga saya. Makan-makan!

Soto Ibunda tersayang. Soto segar yang
hanya bisa diperoleh di rumah saya.
Bakso Mie Ayam di warung dekat rumah.
Harganya murah rasanya mantap! 

Es buah plus es krim? rasanya manis.
Ini pertama kali saya nyicipin. Warungnya
ada di dekat kampus adek saya. #Mahasiswa
Takoyaki di basement Gramedia Solo. Salah
satu jajanan wajib saya dan adik saya sebelum beli buku.




Saya termasuk pecinta makanan jepang.
Otomatis ramen menjadi satu dari sekian menu wajib. Hehe

Sushi!! Selalu enak!!! #lapar
Sushi lagi!! hahaha doyan banget saya ama makanan satu ini!

Susu Milk Mom. Harga milkshake satu ini
sangat sesuai dengan kantong mahasiswa dan porsi yang besar. :D

Tengkleng Solo. Gak afdhol kalo ke Solo tanpa
menikmati makanan khas Solo yang satu ini.
Saya lupa namanya apa, Satu bungkus makanan
ini merupakan kombinasi kue-kue basah khas Solo. Kamu mau?
Makanan ini bisa kalian temukan di pasar-pasar Solo.

Pertama kali makan eskrim yogurt ini.
Ditraktir adek yang gak sengaja dapat voucher buy 1 get 1. Hahaha

Sego jenang Solo komplit!! No caption!
Makanan ini salah satu makanan the best saya di Solo. Gak boleh terlupa untuk dimakan.
Snack terenak saat perjalanan jauh. Buah!! :D #bonus

Selasa, 19 Mei 2015

Jemputan Bapak

Cerita kali ini dimulai dari percakapanku dengan Bapakku kemarin sore.
Bapak : "Nduk, lagi ngapain?"
Aku : "Lagi masak Pak, buat makan malam. Bapak udah pulang kerja?"
Bapak : "Udah, ini lagi duduk santai. Nduk, minggu depan jadi pulang kan? Nanti kalo udah nyampe telpon Bapak ya.. biar bisa langsung Bapak jemput."
Aku : "Jadi dong Bapakku sayang.. Siap Pak!! dijemput di tempat biasa ya Pak?"
Bapak : "Oke. Udah ya, nanti kamu masaknya gosong. Bapak mau istirahat dulu."
Aku: "Wokeeeee!!"

Berbeda dengan caraku berkomunikasi dengan Ibu, pembicaraanku dengan Bapak memang lah selalu singkat, padat, dan jelas. Tetapi begitulah ciri khas Bapakku yang kata orang-orang merupakan sifat umum yang dimiliki seorang laki-laki, hehehe. Uniknya percakapan yang kutulis di atas adalah pembicaraan yang tidak hanya terjadi sekali saja kemarin, melainkan sebuah percakapan yang sudah diulang berkali-kali sejak awal bulan Mei ini karena kepulanganku di akhir bulan nanti. Sejak awal bulan Bapakku sayang selalu telpon untuk menanyakan dan memastikan hal yang sama bahwa beliau akan menjemputku saat aku tiba di Solo nanti. Dan karena tingkah lucu Bapakku ini, aku pun tersadar akan sebuah fakta menarik. Jika kalian tanyakan padaku tentang hal berharga apa yang kumiliki saat ini, maka salah satu jawaban yang bisa kuberikan adalah jemputan Bapakku untuk selalu membawaku pulang ke rumah tercinta. Bapakku sayang yang selalu menjemputku saat pulang sekolah walau harus menunggu berjam-jam. Bapakku sayang yang selalu menjemputku saat aku pulang dari kemah berhari-hari. Bapakku sayang yang selalu menjemputku saat aku harus pulang malam. Bapakku sayang yang selalu menjemputku pulang saat aku ujian di luar kota. Bapakku sayang yang selalu menjemputku di stasiun kereta baik subuh maupun tengah malam saat aku pulang dari perantauan kuliah. Bapakku sayang yang selalu menjemputku di terminal bus saat aku pulang dari petualanganku ngebolang. Dan kini Bapakku yang sedang menunggu untuk menjemput putrinya yang akhirnya pulang setelah satu tahun meninggalkan rumah. Rutinitas sederhana ini entahlah mengapa bagiku merupakan suatu rutinitas yang tak ingin aku lepas dalam hidupku. Karena dari rutinitas ini lah salah satu dari sekian cara aku tahu bahwa Bapakku yang disiplin dan tegas selalu mendampingi dan mencintaiku. Sungguh tak sabar dijemput Bapakku sayang minggu depan!! I miss you Dad.. :)

Sabtu, 16 Mei 2015

Antara Saya dan Pengabdian Masyarakat

Jika kalian tanyakan pada saya sejak kapan saya meminati kegiatan pengabdian masyarakat, maka jawaban yang bisa saya berikan hanyalah "saya tidak tahu". Iya, saya sungguh tidak tahu dari mana dan bagaimana ketertarikan saya pada kegiatan pengabdian masyarakat ini muncul. Dalam kehidupan saya selama 17 tahun di desa saya, saya dimanjakan dengan sebuah kultur budaya masyarakat Jawa yang kental dan tata kramanya yang kuat. Dengan kultur seperti itu, tentunya saya yang masih kanak-kanak hingga berusia remaja lugu saat itu tidaklah mengerti benar apa arti sebuah hubungan masyarakat sebenarnya. Karena bagi saya saat itu selama saya masih berhubungan baik dengan teman dan tetangga saya, saya sudah cukup bahagia di masyarakat. 

Di usia saya yang ke-18 saya berkesempatan melanjutkan studi S1 dan apoteker saya di Bandung. Selama studi, saya diberi kesempatan untuk mengikuti beberapa organisasi di kampus. Berawal dari pertemuan dengan teman-teman yang ramah dari Kementerian Pengabdian Masyarakat di Kabinet Mahasiswa yang berjalan saat saya tingkat satu, saya memutuskan untuk bergabung dan membantu kegiatan di kementerian tersebut. Mungkin dari wadah ini lah saya mulai berkenalan dengan dasar-dasar sebuah pengabdian masyarakat. Dari mereka saya baru belajar bahwa porsi kita dalam masyarakat tidaklah hanya menjadi sekedar pengisi dan penikmat tetapi juga sebagai kontibutor yang tepat dan bermanfaat untuk masyarakat. Dalam wadah ini saya mulai belajar bahwa banyak hal yang bisa kita berikan untuk masyarakat melalui program-program sederhananya yang berusaha untuk membantu masyarakat dalam hal pemberdayaan ekonomi, pendidikan, potensi masyarakat, pertolongan bencana alam dan sebagainya. Dan untuk pertama kalinya dalam hidup saya, akhirnya saya menemukan idealisme hidup saya.

Walau idealisme muda itu hampir saja terkubur saat saya dihadapkan pada tantangan dunia setelah saya lulus kuliah, namun ternyata skenario Tuhan masih mengikatkan saya pada bidang yang saya cintai ini dengan memberikan saya kesempatan untuk bergabung dengan yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI). ASRI merupakan sebuah yayasan sosial yang mensinergiskan antara kesehatan masyarakat dengan kelestarian lingkungan. Di yayasan ASRI saya mempunyai tugas utama sebagai apoteker di Klinik ASRI, tetapi faktanya hal yang saya lakukan di sini tidaklah hanya sebagai apoteker, karena tidak ada batasan untuk mengeksplor diri di ASRI. Di ASRI saya selalu diperbolehkan dan bahkan sering kali ikut serta dalam program-program lain selain klinik. (Teman-teman bisa cek program-program ASRI di web nya ASRI). Di ASRI saya belajar tentang bagaimana mengembangkan sebuah program pengabdian masyarakat yang bersifat jangka panjang agar dapat terus berjalan dan bermanfaat di masyarakat. Selama di ASRI ini lah saya mulai dihadapkan pada tantangan-tantangan nyata yang dihadapi sebuah program pengabdian masyarakat itu seperti apa. Mulai dari segi bagaimana menyatukan seluruh anggota dalam satu visi misi yang sama, pengelolaan manajemen dan finansial yang tepat, bagaimana menjalin hubungan baik dengan masyarakat, dan sebagainya. Dari ASRI lah saya mulai mengembangkan arti pengabdian masyarakat yang tidak hanya sekedar memberikan kontribusi ke masyarakat begitu saja. Untuk memberikan kontribusi yang tepat dalam pengabdian masyarakat diperlukan kemampuan mendengarkan suara masyarakat tentang apa yang benar-benar mereka butuhkan, menyatu dengan masyarakat dalam musyawarah yang mufakat, hingga bagaimana menjalankan setiap solusi yang ditemukan agar berjalan dengan optimal untuk mencapai tujuan berupa kesejahteraan masyarakat. 

Ternyata saya masih membutuhkan waktu dan pengalaman yang lebih banyak untuk bisa mendefinisikan secara lengkap apakah pengabdian masyarakat ini sebenarnya. Setidaknya mungkin hingga malam ini, hanya ini yang bisa saya tuliskan dahulu. Bagaimana cerita saya dan pengabdian masyarakat insya Allah tidak akan berakhir di sini, saya harap suatu hari bisa saya kembali tuliskan cerita selanjutnya.

Walau hanya sekedar sebutir beras yang bisa kita beri, jangan pernah berhenti untuk selalu membantu dan memberi. :)

Minggu, 26 April 2015

Hasil Hutan Non-Kayu

Foto Bersama Dengan Seluruh Pengrajin Craft Kalimantan
Oh Tuhan, mengapa hati saya mudah sekali terpincut dengan berbagai kreatifitas indah yang tercipta melalui tangan-tangan ajaib manusia dalam sebuah karya seni?. Saya tidak mengerti bagaimana pendapat orang lain memandang sebuah seni, tetapi saya sudah mencintai seni sebagai bagian hidup saya sejak kecil. Selalu ada hal menarik yang saya lihat setiap saya bertemu dengan karya-karya Tuhan yang tercipta melalui jari-jari manusia itu. Dan kebahagiaan datang saat saya bertemu dengan sebuah seni indah yang dihasilkan dari tangan-tangan kreatif pengrajin di Kalimantan dan Papua kemarin. Pertemuan ini diwadahi dalam sebuah kegiatan Pertemuan Tahunan Pengrajin Jaringan Craft Kalimantan ke-4 di Sukadana, Kayong Utara. Kegiatan ini diselenggarakan oleh berbagai yayasan profit maupun non-profit yang berada di kawasan Kalimantan dan Papua. Peserta yang hadir adalah para pengrajin dari seluruh kawasan Kalimantan (Barat, Timur, Tengah, Selatan, dsb) dan pengrajin khusus dari Papua. Mereka tidak hanya pengrajin yang kreatif, tetapi juga ramah dan menyenangkan. 

Anting-anting buatan saya :)
Para pengrajin ini menyebut karya mereka dengan sebutan "hasil hutan non-kayu". What's that? ops pelan-pelan teman. Hasil hutan non-kayu adalah salah satu karya masyarakat lokal Kalimantan dan Papua yang memanfaatkan tumbuhan-tumbuhan hutan selain kayu menjadi sebuah kerajinan tangan yang menarik untuk dilihat dan digunakan. Mereka mengubah pandan, akar, ranting, serat dan pakis menjadi sebuah perhiasan manis seperti tas, gelang, kalung, anting, tikar, topi, selendang, baju, dan sebagainya. Tentunya dalam kesempatan ini selain menikmati manisnya karya yang dihasilkan dan membeli beberapa diantaranya untuk dibawa pulang, saya pun menyempatkan diri untuk belajar langsung dari mereka dalam workshop pelatihan yang diberikan. Sungguh indah sekali!! :)
Craft Tas, Sarung, Selendang, dsb
Craft anting-anting, kalung, gelang, dsb.
Workshop Session


Rabu, 08 April 2015

“Sotonya Ibu Jual Rp 2.000,- Nduk“

Terpisah antara Pulau Jawa dan Kalimantan memaksa saya hanya bisa berkomunikasi dengan kedua orang tua saya via telpon. Saya yang aslinya anak rumahan, untuk pertama kalinya tak terasa sudah hampir satu tahun saya pergi meninggalkan rumah dan belum pulang sampai bulan Mei nanti. Telpon adalah satu-satunya pengobat rindu saya kepada keluarga.

Di tengah perjalanan saya pulang kerja kemarin saya menelpon ibu saya, tentunya hanya karena alasan sederhana, saya kangen Ibu. Dalam lima menit perjalanan saya pulang dari Klinik ke rumah ada pembicaraan singkat namun menarik dan insya Allah akan selalu saya ingat sepanjang hidup saya.

Senin, 6 April 2015 jam 16.20 WIB.

Saya : “Ibu sedang apa?”
Ibu : “Lagi duduk Nduk jaga warung sambil ngobrol ama Mbah Yem..” (FYI: Ibu saya Alhamdulillah memulai usaha warung soto nya sejak bulan Januari kemarin. Sebuah warung soto sederhana yang dibuka di depan rumah saya. J )
Saya : “Wah, masih buka jam segini? Gimana Bu dagangan hari ini?”
Ibu : “Alhamdulillah Nduk, namanya jualan kadang habis kadang sisa, namun tetap Alhamdulillah..”
Saya : “Iya Bu, Alhamdulillah… Lingkungan sekitar rumah sudah mulai rame ya Bu?” (terlihat sekali saya kurang tahu bagaimana perubahan kondisi desa saya khususnya area sekitar rumah selama saya tinggalkan. #tepokjidat)
Ibu : “Alhamdulillah rame sekarang Nduk.. mulai banyak anak-anak yang maen sepak bola di lahan kosong deket rumah juga. Mereka selalu mampir ke warung setiap habis main bola. Seneng kalo ngeliat anak-anak abis olahraga..”
Saya : “Wah seruuuuu!!! Warungnya Alhamdulillah jadi ikut laris ya Bu..”
Ibu : “Alhamdulillah rame, tapi kalo soal untung Ibu gak terlalu ngejar Nduk..”
Saya : “Kenapa gitu Bu?”
Ibu : “Ibu kasihan kalo ngeliat anak-anak abis olahraga, pasti lapar dan namanya anak-anak yang masih minta uang saku ke orang tua pastilah uangnya gak banyak, jadi Ibu jual aja sotonya cuma Rp 2.000,- buat mereka.”
Saya : “Walah!! Gak papa gitu Bu? Kan Ibu biasanya juga cuma jual sotonya Rp 5.000,- yang sebenarnya menurut Genduk gak terlalu mahal.”
Ibu : “Nggak papa, kan ibadah, ada doa nya, khususnya buat anak-anak Ibu.”
Saya : “Hmmm???” (muncul blo’on nya)
Ibu : “Iya nggak papa Nduk, mungkin dengan apa yang Ibu lakukan, Allah akan menggantinya dengan memberikan hal yang sama pada anak-anak Ibu. Semoga Allah membalas dengan menjaga anak-anak Ibu yang sedang jauh di sana. Semoga saat anak-anak Ibu mengalami kesulitan dan Ibu tidak bisa mendampingi, Allah memberikan pertolongan-Nya dari tangan-tangan orang-orang di sekitarnya.”
Saya : #speechless (mewek di jalan sambil naik sepeda)

Terlepas dari ilmu untung-rugi ala pedagang, saya lebih belajar tentang arti ketulusan menjalani hidup, melakukan kebaikan, dan memberi tanpa mengharapkan imbalan. Semua saya pelajari dari Allah SWT melalui Ibu saya tercinta.

I love you Mom… T____T

Senin, 16 Maret 2015

Membandingkan Diri Dengan....

Salah satu sikap manusiawi yang sering dilakukan orang adalah membandingkan dua objek berbeda, entah itu membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain, atau membandingkan orang lain terhadap orang lain. Efek samping dari aktivitas membandingkan dua objek ini sering kali menghasilkan efek negatif pada subjek yang melakukan dengan mulai munculnya sifat iri, sifat rendah diri, sifat mencela, sifat superior, hilangnya kepercayaan diri, hilangnya sifat menghargai orang lain dan sebagainya. Walau memang pastinya masih banyak juga orang yang dapat mengambil nilai positif dan justru menjadi aktivitas yang mampu memicunya untuk lebih semangat menjalani hidup. Tetapi kalau boleh memilih, saya secara pribadi mungkin lebih baik memilih mendapatkan efek positif dengan menghindari terjadinya efek negatif. Ops, bagaimana caranya? caranya sangat mudah untuk teman-teman yang masih senang beraktivitas membandingkan dua objek dengan menghindari efek negatif dari aktivitas itu. Cara mudah itu adalah cara yang yang jarang sekali dilakukan oleh semua orang bahkan cenderung dilupakan, yaitu membandingkan diri sendiri terhadap diri sendiri. Kita sering kali terlalu sibuk mengurus orang lain dan melupakan diri kita sendiri, lupa untuk mengamati setiap perubahan yang terjadi pada diri kita dan mengevaluasi setiap proses kehidupan yang sudah kita lewati.

Aktivitas membandingkan diri saya yang sekarang terhadap diri saya yang dulu ini lah yang sedang asyik saya lakukan akhir-akhir ini. Dimulai dari hal-hal sederhana seperti membandingkan ukuran tubuh, kerajinan olahraga, peningkatan kesehatan, kedisiplinan, kedewasaan diri, dan sebagainya. Kadang saya merasa lucu terhadap betapa drastisnya perubahan yang terjadi pada diri saya. Selain pada kondisi tenang seperti malam ini, ada beberapa saat menarik di mana saya merasa itu lah saat yang tepat untuk membandingkan diri saya. Saat saya sedih dan lemah saya membandingkan diri saya terhadap masa-masa sulit saya dan melihat bagaimana saya bisa bertahan hingga hari ini. Saat saya merasa bodoh saya mulai membandingkan bagaimana cara saya belajar dulu dengan cara belajar saya sekarang. Eits!, bahkan ternyata hanya dari membandingkan diri saya terhadap diri saya sendiri saja juga kadang ada perasaan negatif yang muncul. Yah, tetapi setidaknya setiap perasaan negatif yang muncul itu tidak terekspansi lebih luas karena hanya melibatkan dua objek dan objek itu adalah diri saya sendiri. Walau ada sedikit perasaan negatif yang sering kali muncul, akan tetapi perasaan positif yang muncul dari rasa syukur dan apresiasi terhadap diri sendiri lebih terasa manfaatnya dan menjadi pemicu untuk melakukan yang terbaik lagi ke depannya. Manusia memang makhluk Tuhan yang tak sempurna, tapi manusia diciptakan untuk senantiasa berusaha melakukan yang terbaik di kehidupannya. Sebuah kehidupan yang tak abadi di dunia. Selamat mencoba membandingkan diri Anda! :)

Minggu, 18 Januari 2015

Memasuki Hutan Hujan Tropis Indonesia di Borneo

 
Sabtu, 17 Januari kemarin saya mendapatkan hadiah terbesar dalam hidup saya sebagai penduduk Indonesia, Sang Zamrud Katulistiwa. Selama 24 tahun hidup saya akhirnya kemarin saya bisa menghabiskan 6 jam menikmati surga dunia di hutan Gunung Palung, salah satu hutan hujan tropis dengan ekosistem terlengkap yang dipuji dunia. Sulit untuk mendeskripsikan hebatnya sensasi yang saya rasakan kemarin. Dan ketika suatu keindahan sulit diungkapkan dengan kata-kata, maka keindahan tersebut pastilah terlalu indah melebihi persepsi manusia. Akhirnya hanya muncul deskripsi sederhana dari saya yang mungkin tidak bisa mewakili seluruh kemegahan yang saya rasakan kemarin.


"Begitu indahnya Tuhan menciptakan jutaan pohon dan hewan di sekitar kita. Suatu tempat dimana aku berlindung dari derasnya hujan di bawah lebatnya dedaunan pohon yang besar. Suatu tempat dimana aku berpegangan pada kokohnya pohon dan kuatnya akar agar tak terjatuh saat berjalan. Suatu tempat dimana aku yang sering kali merasa besar mulai menciutkan diri bahwa aku bukanlah apa-apa dimata ciptaan Tuhan yang lainnya. 


Tempat itu penuh suara burung yang tak wajar dibandingkan suara burung-burung yang sehari-hari aku dengar. Di tempat itu, aku bisa mendengar bahwa burung-burung itu sedang berbicara bersama alam. Musik alam pun diperindah dengan merdunya suara aliran sungai yang jernih dan segar. Kuhentikan sejenak langkahku untuk merendamkan diri dalam dinginnya air hutan yang menyejukkan. Aku merasa hidup dalam setiap tetes air yang kuteguk darinya. Di tempat itu aku merasa aku lah orang terkaya di dunia. Dan jika kau bertanya kekayaan apa yang kumiliki? kuberitahukan pada kau bahwa kekayaan yang kumiliki adalah rasa syukur dan puji terhadap setiap keindahan yang Tuhan ciptakan di duniaku."


Alhamdulillahirobbil alamin... :)

Minggu, 11 Januari 2015

Senja Sore

Ada pertanyaan kecil yang muncul dalam diamku saat ini, "Tuhanku, mengapa senja sore selalu terasa nyaman? mengapa Engkau buat aku mencintai senja sore-Mu yang indah ini? Entah saat hujan maupun saat cerah, aku selalu memilih senja sore-Mu sebagai waktu terbaikku setiap hari..."

Di senja sore ini aku sedang duduk di depan meja belajarku menatap jingganya langit sore dari jendela kamarku. Dari jendela persegi berukuran 80x80 cm kuadrat ini aku sibuk menikmati apa yang alam tayangkan di sana. Kalian ingin tahu apa yang aku lihat?

Dari kedua mataku aku melihat langit sore yang sedikit cerah dan berawan dengan warna biru bercampur kuning keemasan. Angin hari ini pun begitu sejuk hingga membuatku ingin menutup mata karena kenyamanan yang diberikannya. Ada dua buah pohon kelapa dan satu buah pohon mangga yang menutupi pemandangan gunung dan hutan bakau dibelakangnya. Dalam indahnya lukisan alam ini sejenak ada dua ekor burung kecil yang melintas dan menambah kecantikan pemandangan yang kulihat. Namun sayangnya aku tidak tahu apa jenis burung-burung itu. Dan saat aku pasang telingaku dengan baik-baik maka dapat kudengar suara kicauan burung bersambutan. Aku pun kehabisan kata-kata untuk menjelaskan betapa indahnya sore hari ini karena terlalu banyak alasan yang membuat sore selalu memberikan sensasi kehangatan yang menyejukkan bagiku. Dalam hangatnya sore ini kutemukan sentuhan lembut Tuhanku yang menemaniku menghilangkan setiap kesedihan dan beban yang tiba-tiba kurasakan hari ini. Bersama tenggelamnya matahari pula selalu kubenamkan berbagai pertanyaan yang tak pernah kutemukan jawabannya. Rasa bahagia dan rindu yang hadir hari ini pun akan selalu menjadi memori indah yang tak pernah kulupakan.

Ketika sore-soreku mulai berakhir, aku selalu menutupnya dengan berkata pada diriku sendiri bahwa, "Segala kebahagiaan dan kesedihan hari ini akhirnya terbenam bersama matahari, dan saat esok matahari terbit aku akan kembali mendapatkan kebahagian dan perjuangan yang baru lagi.. terima kasih Yaa Rabb yang untuk kesekian kalinya memberikanku satu hari yang berarti lagi hari ini..."