Sabtu, 18 Februari 2012

Treasure your parents with love

Sudah berkali-kali saya membuat tulisan tentang ibu saya, tetapi memang tidak pernah ada cerita yang tak bermakna dari seorang ibu. Satu lagi hal yang membuat saya mensyukuri mempunyai ibu yang sangat mencintai saya, dan mungkin bagi teman-teman yang membaca ini pasti ada juga yang mempunyai cerita serupa. Baiklah, seperti biasa, tulisan-tulisan saya merupakan kisah nyata yang selalu saya alami, so maaf ya yang mungkin bosan membaca blog saya. :)

Bagi saya kondisi down memang sering kali saya alami, tetapi bukan berarti saya putus asa, yahh namanya manusia, kadang setiap proses yang dijalankan belum pasti menghasilkan output yang diinginkan, so no problemo asal jangan down-nya keterlaluan aja. Tetapi insiden yang saya alami minggu kemarin cukup membuat saya merasa sedikit runtuh. Oke, satu kali lagi masalah tentang TA kembali terjadi. TA saya yang sudah saya jalankan sejak bulan agustus akhirnya tiba pada titik klimaks emosi saya. Bulan-bulan sebelumnya untuk pengambilan data TA yang gagal berkali-kali masih membuat saya bertoleransi, tetapi entah mengapa kegagalan pengambilan data TA yang saya lakukan 2 minggu penuh secara berturut-turut ternyata mampu merusak mood saya. Pada dasarnya hal tersebut hanya karena rasa kesal saya karena kegagalan-kegagalan tersebut terjadi hanya karena hal-hal kecil seperti antri alat sehingga membuat ekstrak saya rusak dan karena ekstrak saya yang tumpah ke methanol karena saya yang kecapekan kerja 24 jam non-stop sebelumnya. Jujur saya tak suka jika hal-hal bodoh yang saya lakukan memberikan efek kegagalan yang besar secara keseluruhan. Hingga pada saat kesalahan terakhir (yaitu tumpahnya ekstrak ke methanol) membuat emosi saya memuncak. Mungkin karena saya tipe orang yang paling gak bisa menyembunyikan ekspresi, alhasil saat itu juga saya langsung meluapkan emosi seperti anak kecil, ya saya langsung menangis di lab saat itu. (-.-"), Saat itu saya dalam kondisi bingung karena 30 menit dari waktu itu saya ada janji rapat dengan kedua dosen pembimbing saya, sedangkan saya tidak mempunyai data apa-apa saat itu untuk saya bawa ke rapat, pikiran saya langsung terasa kosong. Mungkin orang lain akan mengira, "baru dua minggu Ndah.. tenang..", tetapi saat itu mungkin karena kondisi saya yang belum stabil, yang ada dalam pikiran saya, "Hiks, aku udah kerja di lab sejak agustus, dan ini bukan kegagalan satu dua kali, tapi entah kesekian kalinya.. T_T". Oke, apapun alasannya, saya akui memang ketika kalut saya hanya bisa menangis dan tak mengerti diri saya sendiri. Untungnya saat itu ada teman-teman saya yang menemani dan menenangkan saya, setidaknya setelah sholat ashar saya kembali bangun dan siap menghadapi rapat dengan dosen saya, apapun resikonya saya harus tetap melangkah. Alhamdulillah rapat lancar dan dosen-dosen saya mengerti kondisi saya serta memberikan solusi-solusi untuk kelancaran TA saya.

Setelah pertemuan dengan dosen, entah mengapa saya benar-benar sedang tidak ingin sendirian di kostan, maka saya langsung menemui teman-teman saya, mencoba menyembunyikan kebisuan saya di tengah-tengah mereka hingga saya sudah cukup merasa tenang dan kembali pulang ke kostan. Akan tetapi ternyata sikap saya sangat tidak baik saat itu, saat kondisi seperti ini saya tidak ingin membuat keluarga saya khawatir sehingga sms-sms dari adik saya hanya saya balas dengan jawaban-jawaban singkat. Ibu saya yang hanya mengetahui kabar saya dari kegiatan komunikasi saya dengan adik saya merasakan kejanggalan-kejanggalan yang secara tak langsung saya berikan sehingga membuat ibu saya khawatir (maklum, ibu saya kurang mengerti tentang IT, sehingga ketika ingin bercakapan langsung dengan ibu harus via telepon). Diri saya yang kurang menyadari kekhawatiran ibu saya masih hanya terfokus dengan masalah-masalah saya sendiri hingga datang kabar mengejutkan melalui sms adik saya. Adik saya mengabarkan bahwa karena khawatir dengan kondisi saya membuat ibu saya melamun saat memasak dan menyebabkan tangan ibu saya tertumpah minyak panas. Berita itu langsung membuat saya menangis dengan spontan, "Ya Allah.. apa yang telah saya lakukan pada ibu saya?". Saya terkejut dan saya tidak tahu harus apa saat itu, saya takut, saya menyesal, saya tahu saya salah, saya tahu saya harus segera menghubungi ibu saya, tetapi saya belum tenang, saya masih tak terkontrol, saya tak tahu harus bicara apa ke ibu saya, sehingga yang saat itu saya lakukan hanya mengirimkan balasan agar orang tua saya tidak perlu mengkhawatirkan saya. Saya tahu cara saya itu buruk, tetapi mungkin ini adalah kebiasaan buruk saya yang sampai saat ini memang belum bisa diperbaiki dengan sempurna. Setiap saya tak tenang dengan kesalahan saya, saya membutuhkan waktu lebih dibandingkan orang lain untuk merefleksinya, saya ingin menyelesaikan semua masalah dengan kondisi tenang, yang akhirnya hampir dua hari saya tidak berani menghubungi rumah.

Dalam dua hari tersebut saya tidak tidur satu detik pun, setiap malam saya menangis, saya mengurung diri di kamar seharian, saya ingin menenangkan diri hanya berdua dengan-Nya, saya tak pernah suka diri saya yang membuat ibu saya sakit bahkan menangis, karena seperti yang saya sampaikan sebelumnya, saya membenci kesalahan yang saya perbuat sendiri. Setelah dua hari berakhir dan saya merasa cukup tenang, pada pukul 11 malam saya kembali membuka HP saya, mencari nomor telpon ayah saya, tetapi saat saya telpon ayah saya sedang tidak ada di rumah, sehingga saya menelpon adik saya. Saya tahu adik saya pasti sedang tidur, sehingga saat saya telpon adik saya me-reject berkali-kali, dan karena saya tak berhenti menelpon berkali-kali akhirnya adik saya terbangun dan tahu pasti ada sesuatu yang penting sehingga ketika telpon tersebut diangkat yang langsung menjawab telpon saya adalah ibu saya. Di malam itu ternyata ibu saya masih terbangun, saya tahu dan saya sangat kenal ibu saya, yang jika jam segitu beliau masih terjaga berarti ada sesuatu yang sedang beliau pikirkan. Tetapi saya tidak bertanya hal itu kepada ibu saya, saat itu juga saat mendengar suara ibu yang saya cintai, saya hanya bisa menangis, saya hanya bisa mengucapkan kalimat, "maaf ibu... ngapunten ibu.. genduk salah... ngapunten ibu.." dan hampir 15 menit hanya tangisan dan kalimat itu terus yang saya ucapkan. Di seberang sana terdengar juga suara isak tangis ibu saya yang juga hanya dengan jawaban "iya nduk,... iya... gak popo nduk... iya gak popo..". Hati saya langsung runtuh seketika ketka saya mendengar tulus rasa menerima maaf yang ibu saya berikan kepada saya. Setelah merasa cukup tenang akhirnya saya hanya bisa menjelaskan kondisi saya ke ibu saya dengan kalimat sederhana, "maafkan genduk bu... kemarin genduk kalut, genduk bikin ibu khawatir, genduk sayang ibu, genduk sayang ibu..", sungguh beliau memang ibu tersayang, setiap jawabannya selalu menenangkan, beliau menyampaikan bahwa beliau juga sangat menyayangi saya dimana beliau ungkapkan dengan kalimat, "Nduk, kalo kamu susah, ibu juga susah, kalo kamu seneng, ibu juga seneng... istighfar ya Nduk, ibadahnya dikuatkan, kalo ada masalah coba diskusi sama temenmu ya Nduk, ibu sekolah SD saja tidak lulus jadi mungkin tidak mengerti masalah di sekolahmu gimana, tapi doa restu ibu selalu menyertaimu Nduk.. Ibu ngerti kemarin kamu lagi susah, ibu juga gak mau tambah bikin susah kamu, ibu sudah sembuh Nduk, kamu juga gak usah khawatir ya... ibu selalu doain kamu.. ibu selalu bangga ma kamu,.. ibu juga sayang genduk..". Saat itu saya menjawab dengan tulus dengan janji dalam hati saya bahwa saya tidak akan mengulangi hal ini kembali terutama kepada ibu saya, saya sangat mencintai ibu saya, tidak ada yang lebih menyakiti hati saya ketika ibu saya tersakiti, apalagi oleh saya sendiri. Percakapan saya dengan ibu saya malam itu berlangsung hampir satu jam, dan berakhir karena saya khawatir ibu saya yang seharusnya segera istirahat karena sudah malam, dan saya sedang ingin menjalankan sholat tahajud untuk berterima kasih pada-Nya. Hati saya kembali tenang dan akhirnya setelah sholat tahajud saya mampu memejamkan mata saya setelah hari-hari sebelumnya tak bisa tertidur karena perasaan bersalah. Terima kasih Ya Allah, Engkau memberikan hamba ibu terbaik yang hamba miliki di dunia dan di akhirat, amiin. :')
bersama Ibu, Cicit, dan Yaya
bersama Bapak dan Mas Wawan
Sepanjang dua hari perenungan diri saya, saya selalu mengingat-ngingat salah satu ayat Allah yang saya jadikan pegangan sejak kecil, yaitu:
"Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu - bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu." (QS. Luqman : 14)
Dalam doa, saya memohon ampunan kepada Allah SWT dan memohon pada-Nya penjagaan serta pengampunan untuk kedua orang tua saya, amiin.
Semoga manfaat yang kita ambil dari setiap kesalahan memberikan berkah dan bekal hidup di dunia dan akhirat. :)

Treasure your parents with love.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar