Jumat, 14 Februari 2014

Budaya Berjalan

Mulai hari minggu kemarin, 9 februari 2014, aku mulai menjadi anak kost kembali di daerah Jl. A, kelurahan K, kota Semarang. Kost baruku ini hanya berjarak 300-400 m dari tempat aku bekerja. Tentunya jarak dekat itu bisa ditempuh hanya dengan lima menit berjalan kaki. Bagiku, berjalan kaki merupakan hal biasa yang kulakukan setiap hari. Saat SD aku selalu berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Saat SMP dan SMA aku selalu berangkat dengan naik sepeda. Lalu saat kuliah aku pun kembali menggunakan transportasi bernama jalan kaki. Ops, sebentar sebentar, walau aku tidak menyebutkan motor, gini gini aku juga bisa mengendarai motor kok, hahaha. Aku hanya mengendarai motor saat harus menempuh jarak berpuluh-puluh kilometer atau jarak yang tidak tersedia sarana transportasi umum sama sekali. Yah begitulah, karena kebetulan semarang merupakan kota yang masih terfasilitasi dengan angkutan umum dan jarak antara kost-tempat kerja masih bisa ditempuh dengan jalan kaki, akhirnya aku putuskan untuk tidak membawa motor selama tinggal di Semarang.

Kostku terletak di daerah yang cukup strategis, sehingga dengan mudah ditemukan pusat pertokoan dan jajanan di sekitarnya. Dengan kemudahan tersebut maka hanya dengan melangkahkan kaki beberapa meter aku bisa memenuhi kebutuhan sehari-hariku dengan mudah. Tetapi ada yang aneh di sini, hingga aku sempat satu kali berpikir sore tadi apakah mungkin hanya aku seorang diri yang aneh? oke, aku jelaskan sebentar. Aku memang hobbi sekali memperhatikan hal-hal tak penting, termasuk hal-hal yang tak menarik. Hari pertama aku kerja, seorang rekan kerjaku bertanya, "Mbak Indah di sini gak bawa motor?". Aku pun menjawab apa adanya, "Enggak Mbak, kost saya dekat, lima menit jalan kaki juga nyampe. Kalo harus jalan-jalan jauh saya juga cukup naik angkot...". Kemudian Mbak tersebut bilang, "Wah Mbak mending bawa motor sendiri di sini, jadi mau kemana-mana gak capek..".  Kali itu lah aku baru menyadari beberapa pengamatan menarik di daerah baru ini, di antaranya:
1. Seperti seolah menjadi sebuah keharusan bahwa di daerah ini harus mempunyai kendaraan pribadi untuk aktivitas sehari-hari.
2. Hanya untuk menempuh jarak 50 meter pun sering kali orang menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan jalan kaki.
3. Sepertinya perbandingan orang jalan kaki dengan orang naik kendaraan pribadi disini bisa mencapai 1 banding sekian ribu. (Hal ini merupakan perkiraanku sendiri karena setiap aku berangkat atau pulang kerja tidak tampak adanya orang lain yang berjalan kaki di jalan selain aku.) --> sedikit merasa kesepian juga jadinya, haha.

Melihat kondisi tersebut aku pun mau tidak mau otomatis langsung membandingkan dan mempunyai pendapat tersendiri. Yah, menurutku silahkan saja sih bawa kendaraan pribadi jika memang daerahnya sulit untuk diakses dengan jalan kaki atau angkutan umum dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, it's okay. Tetapi jika daerah yang strategis dan mudah terakses dengan angkutan umum bahkan bisa hanya dengan jalan kaki, apakah harus sekali setiap meternya ditempuh dengan kendaraan pribadi? Dengan tegas saya bilang TIDAK. Well, dasar penilaian saya pun sangat sederhana, bukankah kebutuhan sehari-hari akan menjadi lebih boros karena konsumsi bensin untuk kendaraan pribadi? bukankah polusi akan semakin mengganggu karena banyaknya asap dan suara kendaraan? bukankah jalanan akan menjadi semakin macet karena kendaraan-kendaraan yang berlalu-lalang? bukankah dengan menggantungkan diri pada suatu alat justru menunjukkan betapa malasnya diri kita? bukankah budaya jalan kaki itu lebih sehat dibandingkan hanya duduk di atas kendaraan? Dan konyol sekali jika alasanmu menggunakan kendaraan pribadi hanya untuk ke minimarket yang hanya berjarak 100 m dari rumahmu. Ah, sungguh kenyataan yang sedih untuk dilihat dan dipikirkan.

Betapa indahnya jika penggunaan kendaraan pribadi di masyarakat dapat dikurangi. Tidak akan ada suara klakson dan asap knalpot yang mengganggu pagi, siang, dan malam-malam kami. Betapa indahnya jika semua orang terbiasa berjalan kaki untuk kegiatan sehari-hari. Akan tampak wajah-wajah masyarakat yang segar dan bugar saat menyambut pagi. Tapi, sayangnya hal ini seolah hanya pengandaianku seorang diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar